Kategori
Berita malang tahfizh camp

Fauziyah Ilma, Santri Tahfizh Camp Malang Jadi Bintang IBF Malang

Baris kendaraan terparkir rapi memenuhi sebagian ujung bundaran alun-alun Tugu Malang, Rabu (4/2) Pagi, sebuah tenda besar berdiri kokoh menaungi barisan stand yang menyajikan buku, kitab hingga busana muslim dan para pengunjung yang meramaikan giat literasi Islamic Book Fair (IBF) Malang yang digelar mulai 30 Januari hingga 5 Februari 2020.

Menyisiri deretan stand, Fauziyah Ilma Ristyani santri Tahfizh Camp Malang ditemani sahabatnya berjalan melangkah menuju penggung utama. Hari itu, didampingi oleh Amalia Julianti sebagai fasilitator parenting damn host serta narasumber utama Handajani Sridjatiningdyah, S.Psi, S.Pd, Fauziyah akan berbagi pengalaman kepada pengunjung IBF dengan tema “Tumbuh Kembang Santri Pesantren”.

Handajani menyampaikan betapa pentingnya pola asuh orangtua sebelum menjadikan pesantren sebagai pilihan pendidikan bagi anak-anaknya. Diantaranya “setting goals antara orangtua dan anak dengan membangun kepercayaan diantara keduanya, selanjutnya pilih atau ciptakan suasana yang mendukung demi tercapainya goals tersebut.”, jelas Handajani yang juga aktif sebagai konselor di Rumah Belajar Amel.

“Saya pernah bercita-cita kelak ingin punya anak seorang penghafal Qur’an. Tapi takdir membawa saya pada sebuah mimpi. Mimpi yang saya yakin tentu tidak ingin dialami oleh anak-anak lain. Dalam suatu tidur, saya bermimpi dihadapkan pada situasi dimana orangtua saya meninggal dunia. Saat itu dalam mimpi saya tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya meratap sedih hingga tangis membangunkan saya dari tidur saat itu.”, ujar Ilma memulai sharing dengan nanar matanya.

“Sejak itulah saya berpikir, betapa egoisnya saya mengharapkan kelak memiliki anak penghafal Qur’an sebagai penyelamat saya. Bukankah saya adalah anak dari ayah dan ibu saya ? maka sejak itu saya niatkan untuk menghafal Qur’an dan akan saya persembahkan untuk kedua orangtua saya.”, jelas gadis cantik yang bercita-cita menjadi seorang penulis yang hafal Qur’an ini memecah suasana.

Dalam kesempatan ini, Ilma juga memaparkan alasannya untuk menjadi seorang penulis, “Karena dengan menulis saya bisa memprovokasi teman-teman seusia saya dengan kebaikan tanpa harus menjadi mubalighah berbicara di depan banyak orang. Cukuplah dengan tulisan tentu jika ada yang tak suka mungkin mereka hanya tidak menyukai gaya tulisan saya saja, tidak dengan orangnya.”, jelas santri yang telah menyelesaikan 20 juz hafalannya.

“Anak ini satu dari banyak contoh betapa pola tumbuh kembang santri pesantren itu tidak dapat lepas dari awal pondasi lingkungan dimana ia tinggal bersama orangtuanya. Saya jadi penasaran ingin berjumpa dengan orangtuanya. Jika ada waktu, saya berharap bisa duduk bersama mereka.”, ujar Handajani mengakhiri talkshow pagi itu.

Pentingnya pola asuh, kepemahaman, trust, juga lingkungan sangat menjadi pondasi awal dalam membangun karakter peserta didik, khususnya pesantren yang notabanenya membangun kemandirian dan mewujudkan cita-citanya kelak.

Oleh : Rosi, MG Tahfizh Camp Daarul Qur’an Malang

Kategori
Artikel Berita malang tahfizh camp

Khotmil Quran Empat Santri Tahfizh Camp Malang

Mengenakan baju gamis berwarna putih dan kerudung hitam empat santri tahfizh camp Malang, Jawa Timur, Titania Kurnia Putri, Lubna Sari, Devi Nur Indah, dan Widya Farohatul Husna, terlihat lain dari biasanya. Keempat santri tersebut akan melakukan prosesi Khotmil Qur’an dihadapan para ustadzah dan orangtua sebagai tanda telah selesainya hafalan Alquran mereka, Sabtu (16/11).

Mereka menyelesaikan hafalan dalam kurun waktu satu bulan terkecuali Widya Farohatul Husna yang telah selesai dalam tahun pertamanya di Tahfizh Camp Malang. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, perjuangan mereka untuk menjadi keluarga Allah membuahkan hasil yang tidak sia-sia.

Titania Kurnia Putri menyelesaikan hafalannya pada bulan September, adapun Lubna Sari Siswanto menyusul di bulan bertikutnya. Sementara ketiga temannya menyiapkan prosesi Khotmil Qur’an, Devi Nur Indah Sari justru mengalami momen menegangkan, dia baru menyelesaikan setoran terakhirnya ba’da subuh sebelum prosesi Khotmil Qur’an dimulai.

Proses khotmil Qur’an diisi dengan hadroh yang ditampilkan oleh santriwati. Setelahnya orangtua bersiap menyimak menyimak bacaan putri-putrinyanya. Mereka akan membacakan surat Ad-Dhuha sampai dengan An-Nas dan dilanjut dengan tahlil secara bergantian. Kegugupan terlihat dari wajah mereka, sesekali bacaan mereka terhenti berusaha mengingat ayat demi ayat. Sementara para orangtua terkadang mereka menyeka air mata sambil menyimak bacaan mereka.

Begitu prosesi selesai, momen haru terjadi. Suara tangisan mulai terdengar memenuhi seisi ruangan, ketika keempat santriwati tersebut menghampiri orangtua masing-masing. Para santri lainnya pun ikut larut dalam kegembiraan ini. Disela-sela acara sebagai bentuk rasa syukur secara simbolis diadakan pemotongan tumpeng. Bukan perjuangan yang mudah, keempat santri mengaku butuh usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai titik ini. Meski berada di lingkungan yang mendukung tetap banyak ujian yang harus dilewati seperti yang dikatakan Titania agar tetap istiqomah dalam menghafal.

“Kita udah terlanjur menghafal, jadi lebih baik diselesaiin. Nanggung kalau setengah-setengah. Gampangnya, bayangin aja kalau kita ngafal setengah-setengah bisa jadi pahalanya setengah juga”, Ujar titania.

Sedangkan Lubna mengaku ini merupakan salah satu cita-citanya dan ini merupakan langkah awal untuk menggapai cita-citanya yang lain.

Lain halnya dengan widya yang niat awalnya hanya mengembalikan hafalannya yang sempat hilang, “Awalnya saya cuma mau balikin hafalan 10 juz yang dulu, tapi disini setahun masa saya mau diam aja. Jadi, yaudah akhirnya nambah dan bisa sampai kayak gini. Alhamdulillah sih, kalau gak disini kan belum tentu bisa”.

Devi justru awalnya tidak percaya diri bisa menyelesaikan hafalannya, dengan banyaknya dukungan membuat devi menjadi lebih yakin. ”Awalnya beneran gak yakin bisa selesai, tapi banyak yang dukung dan bilang pasti bisa bikin jadi semangat dan makin yakin”.

Dipenutup acara Ustadz Teguh menyampaikan bahwa ini adalah langkah awal mereka.”Ini baru awal, kita doakan semoga yang lain lebih semangat dan juga kedepannya mereka tetap bisa istiqomah dalam menjaganya”.

Kategori
Berita malang tahfizh camp

Selipkan Mimpimu Dalam Ayat Alquran Yang Kau Baca

Bertepatan dengan Hari Santri Nasional pada Selasa, 22 oktober 2019. Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Malang turut mengadakan Tabligh Akbar yang dihadiri oleh  ayahanda K.H Yusuf Mansur. Acara yang digelar dengan tema “The Power Of  Dream” ini sekaligus dengan  Ground Breaking pembangunan pesantren yang juga turut  diresmikan  oleh Wakil Walikota Malang.

Dibuka dengan penampilan hadroh dari santri Daarul Quran Malang, acara yang dihadiri lebih dari 500 orang ini berjalan lancar dengan tema yang dibawakan sesuai  dengan harapan santri yang dapat membawa mimpinya dengan kekuatan Alquran. Disisi lain kehadiran Gus Ali turut menyatakan bahwa ‘The Power Of  Al-Fatihah” sangat besar pengaruhnya dalam mengabulkan hajat-hajat kita. Dan ternyata masih banyak orang yang belum mengetahui manfaat dari surah Al-Fatihah. Ketika membaca ayat ke-5 pada Surah Al-Fatihah … إيّاك نعبد tundukkan kepala dengan menyebut hajat berulang kembali sembari berserah diri pada nya. Acara selanjutnya tausiyah yang diisi oleh Ustadz Yusuf Mansur juga menjelaskan tentang dahsyatnya kekuatan mimpi-mimpi yang diselipkan disetiap ayat Alquran yang kita baca.“Kalau punya mimpi, bawa mimpi itu ke ayat Alquran, يس sebut mimpinya والقران الحكيم , sebut lagi mimpinya. Terus sampai habis suratnya, Insya Allah semuanya akan dipermudah”  jelas Ustadz Yusuf Mansur.

Acara yang diselingi dengan pengenalan program Santri Indent Daarul Quran yang disambut antusias oleh para masyarakat. Tidak sedikit juga masyarakat  yang menginginkan anggota keluarganya menjadi penghafal Alquran, sambutan baik ditunjukkan  ketika banyak  masyarakat yang ingin mendaftarkan putra putrinya di Daarul Quran.

Acara ini ditutup dengan doa oleh Ustadz Yusuf Mansur, dan dilanjutkan dengan sholat maghrib berjamaah diimami oleh  Ustadz Yusuf Mansur yang alhamdulillah  berjalan dengan khidmat.

 

Oleh : Fauzia Ilma, Santri Tahfizh Camp Malang

Kategori
Berita cugenang tahfizh camp

Prosesi Setoran Akhir Santri Putri Tahfizh Camp

Kesibukan sudah terlihat sejak usai shalat subuh di pesantren tahfizh camp putri Daarul Qur’an, Selasa (9/2). Hari itu empat santri akan melakukan prosesi setoran hafalan akhir dihadapan ustazah dan orangtua mereka masing-masing. Prosesi ini menandai selesainya setoran hafalan mereka sebanyak 30 juz.

Berbeda dengen rekannya yang lainnya, Fatimah Azzahro, Mariatul Qibtia, Laila Azizah, Asfhi Salsabila mengenakan gamis dan jilbab berwarna putih. Ada senyum ymengembang dibalik ketegangan mereka. Mulut mereka bergerak cepat berusaha mengingat hafalan yang akan mereka bacakan nanti.ustaz Hery Setiawan, pengasuh tahfizh camp, mengatakan prosesi setoran hafalan ini sengaja dibuat dengan menghadirkan wali santri untuk memberikan semangat sekaligus bisa melihat secara langsung pencapaian anak-anak mereka.

“Biar berbeda dengan suasana setoran lainnya. Kita ingin buat ini spesial dan bisa menjadi kebanggaan orangtua sendiri dengan apa yang dicapai anak mereka” ujarnya.

Prosesi pun dimulai, empat surat dari juz 27 telah dipilih oleh masing-masing santri menjadi setoran hafalan mereka yakni surat Al-Qomar yang akan dibacakan Mariatul Qibtia, surah At-Thur yang dibacakan Fatimah Az-Zahro, serta surah Ar-Rohman yang dibacakan oleh Ashfi Salsabila.

Keempatnya pun membaca surat yang dipilih secara bergiliran. Disaat mereka membaca, orangtua dan ustadzah pun menyimak bacaan masing-masing santri. Rasa gugup terlihat dari wajah mereka. Sesekali bacaan terhenti dan berlanjut seiring fokus ingatan kembali. Dibelakang para santri, orangtua menyimak dengan sesekali meneteskan air mata.

Begitu usai senyum mengembang dari para santri, tidak lama senyum tersebut bercampur tangis saat empat santri menghampiri orangtua untuk sungkeman. Tidak terasa air mata juga mengembang di santri lain yang tengah menyimak.

Tidak Mudah

Keempat santri mengaku, menyelesaikan hafalan dalam waktu kurang dari satu tahun bukanlah sebuah proses yang mudah meski mereka berada di lingkungan yang mendukung. Tantangan terbesar datang dari diri sendiri. Sebagaimana disampaikan oleh Fatimah ia mencoba menghadapi tantangan ini dengan konsep hadapi, hayati, nikmati.

“Jika fokus saja pada menghafal, jika ada susah kita hadapi bukan malah kita hindari. Lalu kita hayati kenapa Allah milih kita buat di sini dan terakhir kita nikmati alurnya dan banyak bersyukur” ujar Fatimah di depan teman-temannya.

Sementara itu Mariatul Qibtia mengaku termotivasi dengan hadits para penghafal Alqur’an adalah keluarga Allah, “Nah, saya mau jadi bagian dari keluarga Allah lewat menghafal Alqur’an”

Kesedihan pun hadir saat Laila Azizah memberikan hafalan Alquran ini buat almarhum mamanya, “Dulu mama ingin saya menjadi penghafal Alquran. Alhamdulillah kini saya menunaikan keinginan tersebut meski mama tidak bisa menyaksikan langsung. Semoga segala pahala kebaikan dari saya membaca dan menghafal Alquran mengalir untuk mama” ujarnya.

[ess_grid settings='{“entry-skin”:”1″,”layout-sizing”:”boxed”,”grid-layout”:”even”,”spacings”:”0″,”rows-unlimited”:”off”,”columns”:”3″,”rows”:”3″,”grid-animation”:”fade”,”use-spinner”:”0″}’ layers='{“custom-image”:{“00″:”19745″,”01″:”19744″,”02″:”19741″,”03″:”19740″,”04″:”19736″,”05″:”19733″},”custom-type”:{“00″:”image”,”01″:”image”,”02″:”image”,”03″:”image”,”04″:”image”,”05″:”image”,”06″:”image”},”use-skin”:{“00″:”-1″,”01″:”-1″,”02″:”-1″,”03″:”-1″,”04″:”-1″,”05″:”-1″,”06″:”-1″}}’][/ess_grid]

Cerita menarik datang dari Ashfi yang awalnya tidak yakin bisa menyelesaikan hafalan dalam 1 tahun.

“Saya sudah menelpon orangtua dan mengatakan tidak akan selesai dalam 1 tahun, tapi ketika itu ayah saya mengatakan bahwa saya jangan menghafal Quran dengan target tapi iringi dengan ketakwaan pada Allah swt, karena orang yang bertakwa selalu diberikan jalan yang tidak diduga oleh Allah swt” ujar Ashfi.

Tantangan

Ustaz Hery pun bersyukur kepada mereka yang telah berhasil menyelesaikan setoran hafalan. Tapi bukan berarti tugas mereka selesai. Kini mereka dituntut untuk memahami apa yang mereka hafal sekaligus menjaga hafalan tersebut tidak hilang.

“Kita doakan mereka istiqomah dan ini juga bisa menular ke santri lainnya” ujar ustaz Hery

 

Kategori
Artikel Berita Tahfidz malang tahfizh camp

Widia Farohatul Husna: Muraja’ah di Bawah Serangan Kerikil

Masih teringat dengan jelas peristiwa beberapa tahun lalu di benak Widia Farohatul Husna (15 tahun) saat ia mondok di pesantren di Kalimantan. Ketika itu konflik horizontal tengah terjadi di Kalimantan. Saat itu ia dan ratusan santri lainnya baru saja menyelesaikan shalat duha yang dilanjutkan dengan membaca asmaul husna dan muraja’ah hafalan. Tidak lama kemudian warga berdatangan ke pesantren dan protes karena terganggu dengan suara aktivitas pesantren. Tidak hanya protes warga pun melempari atap pesantren dengan batu kerikil.

“Takut banget dan hampir dua ratusan santri menangis” Kenang Widia. Ditengah ketakutan tersebut Widia berhasil menyelesaikan hafalan 10 juz dalam waktu 2 tahun.

Kini Widia melanjutkan hafalan Alquran di Tahfizh Camp Daarul Qur’an Malang, Jawa Timur. Sejak awal ia suka menghafal ayat-ayat suci Alquran. Baginya ia belum menjadi santri jika pulang ke rumah belum membawa hafalan Alquran. Tawaran beasiswa pendidikan gratis menambah motivasi anak seorang pengusaha sukses ini. Inilah yang membuat dirinya menjuarai beberapa perlombaan tahfizh di daerahnya. Prinsip menjaga muraja’ah karena takut dosa kehilangan hafalan membuatnya teguh menjaga hafalan Qur’an hingga sekarang.

Genap 5 bulan di Tahfizh Camp Malang, Widia berhasil menyelesaikan setoran hafalan sebanyak 17 juz. Widia memiliki target menyelesaikan hafalan pada bulan ke-9. Semangat dan  ketekunan Widia mengantarnya meraih Juara I lomba Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ) Nasional Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an ke-VII kategori MHQ 10 juz di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

“Alhamdulillah saya berhasil meraih yang terbaik” ujarnya.

Widia mengakui menyiapkan diri untuk MHQ ini dalam waktu 2 pekan dibawah bimbingan usatdzah Inas. Ia mengakui kenyamanan lingkungan danpengajar yang tekun sangat membantu kelancaran proses hafalan Widia selama di Malang. Ia pun berharap akan banyak penghafal Alquran yang lahir di Indonesia nantinya.

Ditulis oleh: Runtiningsih dan Unik Nur 

Kategori
Berita cugenang karawang malang Pesantren tahfizh camp

Saat Menghafal Quran Jadi Studi Lanjutan

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Usai menyelesaikan studi S2 Farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) tawaran berkarir dari sejumlah institusi menghampiri Magfiroti Fitri. Dari mulai menjadi dosen di sebuah universitas hingga sejumlah rumah sakit menawarinya posisi bergengsi. Banyaknya tawaran itu membuat ia bingung dan memutuskan untuk shalat istikharah agar pilihannya tidak keliru.

Di saat menunggu hati sreg ke mana ia akan berkarir, Fitri bermimpi yang menggambarkan dirinya sedang membaca ayat terakhir surat Al Baqarah. Sejak itu tawaran posisi dari sejumlah institusi ia hapus sekaligus memantapkan diri untuk menghafal Alquran.

“Sejak lama saya memang memendam keinginan untuk menghafal Alquran. Saya melihat kawan yang sudah menghafal Alquran hidupnya itu tenang, adem, padahal masalahnya sama dengan yang saya hadapi” ujarnya.

Mimpi dan keinginannya ini ia ceritakan kepada orang tuanya. Awalnya Ayah Fitri menolak keinginan putrinya tersebut.

“Ayah saya kecewa. Maunya saya bekerja lalu menikah” kisah Fitri.

Namun itu tidak membuatnya patah semangat. Ia malah makin semangat berdoa kepada Allah agar membuat keinginannya menjadi penghafal Quran tercapai.

“Yah, saya pengen kerja, saya pengen nikah, tapi syaratnya satu. saya ngafal di Tahfizh Camp Daqu” Rayu Fitri.

Usaha Fitri untuk meyakinkan ayahnya berhasil, di usia 27 tahunnya Fitri terdaftar sebagai santriwati Tahfizh Camp Daqu, Cugenang, Jawa Barat.

Jauh dari Kalimantan Timur, Fithrah Nur Khalishah sejak kelas 2 SMK sudah bertekad untuk masuk ke Tahfizh Camp Daqu. Kedua orang tua  Fithrah sempat kaget  ketika mengetahui putrinya memutuskan untuk menghafal Alquran  lebih dulu sebelum lanjut studi ke Universitas. Informasi yang ia dapatkan dari aplikasi jejaring sosial Instagram membawa ia hingga sampai ke Tahfizh Camp Daqu, Malang.

“Seneng, karena disini belajar banyak hal yang tadinya gak tau jadi tau, terus bisa ketemu orang-orang baru, pengalaman baru ketemu ustadzah dan ustadz yang bisa ngasih ilmu-ilmu yang bermanfaat”. Kesan Fithrah yang baru sebulan menghafal di Tahfizh Camp Daqu, Malang.

Suasana pesantren Tahfizh Camp Malang yang sejuk, berada di antara Gunung Arjuna dan Gunung Kawi, membuat Hikmah Nur Hayati yang nyantri usai mendapatkan gelar S1 Komputansi Akuntasi, tambah kerasan.

“Jadi lebih bisa menikmati bacaan Alquran yang sebelumnya itu membaca ayat Quran itu biasa aja namun sekarang lebih tebawa suasna perasaan hati, sebelumnya sholat itu pake surat-surat pendek aja terus juga kurang menikmati bacaannya karena makhroj dan tajwidnya saya masih belum benar kemudian juga beum megerti apa artinya dari kalam kalam itu, lebih khusyuk dalam sholat”

 

Tahfizh Camp merupakan program yang dibuat oleh Daarul Quran bagi mereka yang ingin fokus menghafal Quran dalam waktu satu tahun.

Program  ini terbuka untuk umum, fokus setahun untuk menghafal Alquran dan mendalami ilmu agama. Berada di 3 tempat yakni di Karawang (Putra), Cugenang (putri) dan baru tahun ini berjalan di Malang untuk putri.

Tapi apakah mudah menghafal di usia dewasa? Disinilah Allah SWT memberikan ‘garansi’, dalam firman-Nya tertulis “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”(QS. Al-Qamar 54: Ayat 17, 22, 32, 40) [ayat ini diulang 4x dalam surat yang sama].

“Ngafalin qur’an itu asyik banget. Kita sekolah ngafal pelajaran biologi, ngafal rumus kimia, matematika, itu aja kita mau kan, kita lakuin buat nilai apa lagi ngafalin qur’an yang jelas-jelas segala ilmu itu ada di qur’an, kita dapet kebahagiaan di dunia sama di akhirat, kita dapet kemuliaan di duia dan di akhirat. jadi jangan pernah takut untuk keluar sedikit dari jalur yang biasa kita jalanin demi mendapat kabahagian yang hakiki nanti.” Begitu kesan Sartika Nurul Ulfa saat menyelesaikan studi di Tahfizh Camp Cugenang.

Tika, biasa ia dipanggil, telah menyelesaikan Hafalan Qur’annya lengkap 30 Juz dan saat ini sedang studi di Sağlık Bilimleri Üniversitesi, atau Istanbul Health Sciences, Turki.

“Ini berkah Alquran” tambah Tika.[/vc_column_text][vc_media_grid grid_id=”vc_gid:1539328482120-a7db1671-a777-0″ include=”18143,18144,18145,18146,18147,18148″][/vc_column][/vc_row]