Kategori
Artikel Banyuwangi Berita Fullday

KB-TK Daqu Banyuwangi Jadi Pilihan Utama¸ Daftarnya Lewat Program Santri Indent

“Didiklah anakmu sesuai zamannya karena mereka tidak hidup di zamanmu”

-Ali bin Abi Thalib

Menjelang masuk tahun ajaran baru ini orangtua biasanya sibuk mencari sekolah untuk anak-anaknya, bertanya sana-sini, browsing ini-itu, sampai survey ke berbagai sekolah. Tapi tidak untuk Adi Prastyo, seorang ayah dengan dua buah hati asal Banyuwangi.

Kini beliau tidak perlu bingung seperti orangtua pada umumnya, sebab putra-putrinya sudah mendapat seat untuksekolah di DaQuschool Banyuwangi pada tahun 2023. Di semua unit pendidikan Daarul Qur’an, termasuk DaQuschool, memang membuka program pendaftaran sistem booking seat bernama Santri Indent. Daftarnya sekarang, masuknya di tahun yang akan datang.

“Awal mula dari Trial Class, setelah tahu bahwa kurikulum pembelajaran Daqu berbasis islami, pendidikannya sesuai dengan karakter genetik anak, dan yang penting lokasinya mudah dijangkau serta aman. Karenanya, bismillah, kami mempercayakan pendidikan anak-anak kami kepada DaQuschool,” terang Adi menjelaskan alasan ia memilih Daquschool Banyuwangi untuk putra putrinya.

Rashya Kenzo Al Barra, anak pertamanya yang saat ini duduk di bangku playgroup, sudah terdaftar sebagai siswa Santri Indent di SD DaQuschool Banyuwangi untuk tahun ajaran 2023/2024. Begitupun anak keduanya, Shaynala Noureen Falisha, yang juga sudah didaftarkan pada jenjang playgroup di tahun yang sama dengan kakaknya.

Sesuai dengan pesan Ali bin Abi Thalib di atas, sudah semestinya kita mengarahkan, mendidik, menitipkan anak kita di tempat yang tepat sekaligus mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Insya Allah, Daquschool menjadi wadah pembelajaran yang tepat bagi putra-putri ayah bunda tercinta untuk membentuk karakter anak berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan hadits yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Kategori
Berita Cikarang

Kini Mereka Tidak Ragu Memilih Masuk Pesantren

Rep&Foto:  Jhony/Daqu

Beberapa tahun lalu banyak anak yang enggan melanjutkan jenjang pendidikan ke pesantren. Stigma pesantren sebagai tempat buangan dan tidak menyenangkan sangat melekat dibenak banyak orang.

Namun, seiring perjalanan waktu stigma itu mulai bergeser kini banyak anak-anak yang dengan mantap memilih pesantren sebagai tempat pendidikan selanjutnya. Itulah yang terlihat kala ratusan calon santri mengikuti ujian masuk Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an di Ketapang, Tangerang, Sabtu (5/12).

Solihin orangtua calon santri yang berasal dari Cilacap mengatakan ia dan anaknya menempuh perjalanan dengan menggunakan bis untuk mencapai lokasi Ponpes. Ia mengaku sejak awal anaknya ingin melanjutkan pendidikan SMU di pesantren.

“Saat mendengar keinginannya saya mengucap Alhamdulillah. Sejak mendengar ceramah ustadz Yusuf Mansur akan besarnya manfaat yang didapat dengan menghafal Al-Qur’an saya langsung berdoa agar anak saya menjadi penghafal Al-Qur’an” ujar Solihin.

Solihin mengaku mengenal pesantren tahfidz Daqu dari tausiyah ustadz Yusuf Mansur dan juga dari website daqu.sch.id. Ia mengatakan ini adalah kunjungan pertamanya ke pesantren tahfidz Daqu.

“Melihat suasana yang asri dan penuh ketenangan anak saya semakin mantap dan berusaha untuk lulus dalam ujian masuk kali ini” ujarnya.

Hal serupa diungkapkan oleh Nurika yang berasal dari Jatiasih, Bekasi. Ia berangkat selepas subuh untuk mengantar putranya mengikuti ujian masuk untuk tingkat SMP. Ia mengatakan kini pesantren tidak lagi tertinggal dengan pendidikan umum lainnya.

“Insya Allah banyak hal yang akan putra saya dapatkan dari pesantren seperti kemandirian, menjadi penghafal Al-Qur’an selain juga akan menjadi bekal saat ia menjadi pemimpin bagi di masyarakat dan keluarga” ujar Nurika.

Harapan serupa diungkapkan oleh Asni yang datang jauh dari Sulawesi Tenggara. Ia mengantar putranya yang akan menjalani ujian masuk pesantren tingkat SMP. Asni mengaku sejak pertengahan kelas 6 SD putranya sudah mantap untuk masuk pesentran tahfidz Daqu.

“Saat mendengar keinginannya saya mengucap Alhamdulillah mengingat kini pergaulan usia remaja begitu liar. Semoga dengan masuk pesantren akan memupuk jiwa anak saya penuh dengan nilai positif dan doa kami agar beliau bisa menjadi penghafal Al-Qur’an” ujar Asni.(ed:gmt)

Kategori
Berita

Daarul Quran Gelar Tes Masuk Pesantren, Ustadz Slamet: Program Tahfidz Idola Dunia Pendidikan

Rep&Foto:  Jhony /Daqu

Pesantren Tahfidz Daarul Quran (Daqu) selama dua hari akan melaksanakan tes masuk bagi santri baru. Tes masuk ini diselenggarakan sejak hari Sabtu (5/12/2015), hingga Minggu (6/12/2015).

Sebanyak 241 santri mengikuti ujian masuk Pesantren Tahfidz Daqu yang digelar di Ponpes Tahfidz Daqu, Ketapang, Tangerang. Diantar oleh orangtua masing-masing, para peserta ujian ini berasal dari berbagai wilayah Indonesia.

Kepala Biro tahfidz Daarul Quran, Ustadz Ahmad Slamet Ibnu Syam mengatakan, ujian ini akan digelar selama dua hari. Selain di Ketapang ujian juga digelar di Ponpes Tahfidz Daqu Putri Cikarang dan Ponpes Tahfdiz Daqu Ungaran, Jawa Tengah.

“Alhamdulillah respon masyarakat sangat antusias untuk mendaftarkan putra dan putrinya mondok di Ponpes Tahfidz Daqu. Hingga saat ini masih banyak yang mendaftarkan anaknya meski sudah diberitahu masuk dalam daftar waiting list,” ujarnya di sela-sela pelaksanaan ujian di Tangerang, Sabtu (5/12/2015).

Ustadz Slamet menambahkan, selain para santri, orangtua juga harus siap mental ketika memutuskan anaknya untuk masuk pesantren.

Ia juga mengatakan program Tahfidz kini menjadi idola pendidikan. Buktinya, banyak sekolah umum yang mulai memasukkan tahfidz dalam kurikulum pelajarannya.

“Insya Allah kami disini menyiapkan sistem dan sdm yang baik. Orangtua tinggal memberi kepercayaan pada kami serta mendoakan agar putra dan putrinya dapat menyelesaikan hafalan 30 juz,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Eron Azhari selaku penanggung jawab pelaksanaan ujian masuk mengatakan bahwa tes masuk Pesantren Daqu mengujikan beberapa hal seperti tahfidz, ibadah, imla (menulis Arab) serta beberapa mata pelajaran umum seperti Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika. Tes masuk ini diuji oleh sembilan orang. Sedangkan sebanyak 25 orang menjadi panitia dari tes masuk ini.

” Peserta tes masuk hari ini mencapai 241 calon santri. Untuk besok, terdapat 140 calon santri di Ketapang, 150 calon santri di Cikarang, dan 30 calon santri di Semarang,” paparnya.

Sementara itu, kuota dari masing-masing pesantren, yaitu, Ketapang 150 orang, Cikarang 100 orang, Semarang 100 orang dan Lampung 100 orang. Sedangkan hasil tes masuk akan diumumkan dalam dua minggu ke depan melalui laman web www.daqu.such.id dan  portal berita Republika.

Kategori
Artikel

Pesantren itu Pilihan Bukan Alternatif

Oleh : Mahfud Fauzi

“Mah, anak kita mau kita sekolahin di sekolah umum apa sekalian kepesantren ya?” tanya seorang suami kepada istrinya. Bla, bla, bla, akhirnya mereka memutuskan untuk menyekolahkan buah hati di lembaga pendidikan formal umum.
Maka, mulailah pasangan muda itu hunting sekolah terbaik di kota mereka. Selain dari rekomendasi orang, browsing internet, mereka juga mendatangi langsung sejumlah sekolah yang katanya top. Namun setelah melihat sendiri, mereka merasa ada kekurangan yang prinsipil di sekolah-sekolah itu. Ya, setiap sekolah pasti punya plus-minus. Tapi ada minus yang rata dijumpai di sekolah-sekolah umum.
Akhirnya, sang ayah melakukan tindakan revolusioner. Dia bikin sendiri sekolah yang ideal sesuai dengan kebutuhannya. Yaitu sekolah yang menggabungkan metode pendidikan pesantren dan umum. Ayah itu adalah Ustadz Yusuf Mansur, tatkala hendak menyekolahkan putrinya, Wirda.
Baik sekolah umum maupun pendidikan pesantren kedua duanya ada plus minusnya, tetapi penelitian kepribadian banyak mengapresiasi pendidikan pesantren sebagai pilihan solusi dalam membentuk anak yang mandiri dan berjiwa sosial. Terlebih sistem pesantren yang sarat dengan nilai spiritual jauh berdampak pada masa depan anak kita.
Sebagai orang tua tentu kita menginginkan generasi setelah kita kuat dan mandiri. Kuat iman dan islamnya mandiri berkehidupannya maka khawatirlah kita jika pendidikan anak justru menghasilkan generasi yang lemah

 

[arabic-font]

(وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا) [النساء : 9]

[/arabic-font]
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Sebagai lembaga pendidikan yang tertua di belahan nusantara, pesantren terus berkembang pesat dari masa ke masa. Dikatakan lembaga tertua, bahkan bisa saja kita katakan lembaga pendidikan pertama di nusantara sebelum penjajahan merubah tatanan budaya dari negeri ini. Itu sangat beralasan sebagaimana dikutip dari Azyumardi Azra (2010) bahwa model Surau zaman dulu itu represantasi dari pesantren. Fungsi Surau diperluas menjadi tempat pengajaran dan pengembangan ajaran Islam seperti menjadi tempat shalat, tempat belajar al-Qur’an, tempat upacara-upacara terkait agama, tempat suluk.
Pesantren dalam sejarah peradaban masyarakat kita ternyata sudah lahir sebelum Indonesia merdeka. Bararti kemerdekaan berfikir pesantren lebih maju beberapa dekade sebelum kemerdekaan dikumandangkan. Begitulah kiranya hasil dari tempaan sistem yang komprehensif dimana santrin selama 24 jam tanggung jawab psikologinya, ruhnya, kecerdasannya, terkondisikan dalam aktifitas rutin pesantren.Sehingga pendidikan pesantren banyak melahirkan pemimpin di negeri ini.
Sejenak kita menyaksikan berapa jam sehari semalam anak kita bertemu dan belajar dengan guru? Diluar pesantren mungkin paling banter ketemu dan belajar sejak jam 07.00 s/d jam 15.00 total 8 (delapan) jam dan diluar itu akan bertemu dengan pergaulan lingkungan baik dirumah maupun dimana saja. Sementara di pesantren kurang lebih 24 jam bertemu dan belajar bersama guru. Coba bayangkan mana yang bisa mempercepat membentuk karakter pendidikan pada sang anak?

Sebagaimana kita ketahui bersama, sepanjang perjalannya, adakah tawuran antar pesantren, tawuran antar santri? Percepatan pembentukan karakter pada santri melekat karena 24 jam lebih digembleng, menghadap barat ketemu ustadz harus taat, menghadap kiri ketemu pengasuh harus tidak kisruh, menghadap utara ketemu santri bagian keamanan harus nyaman, menghadap selatan ketemu walikamar harus gemar. Dan menghadap timur ketemu Kyai harus Bisa saja disitulah kemudian terbentuk karakter pendidikan, maka kita posisikan bahwa pesantren itu kini
menjadi pilihan, bukan alternatif.
Pada akhirnya, mau tidak mau kita katakan bahwa orsinilitas pendidikan itu ya pesantren. Pasca masuknya penjajahan maka lahirlah dikotomi pendidikan, ada pendidikan umum dan ada pendidikan agama. Rasanya terlalu gaduh jika kita mengatakan bahwa pesantren adalah segalanya. Yang tidak baik itu jika kita mencemooh dan mejelekkan lembaga diluar pesantren, ini baru kegaduhan, begitu dirasa kira-kira bunyinya.
Nah ayah bunda, abi ummi dan ibu bapak sekalian, dibulan yang diramaikan dengan banyaknya iklan masuk sekolah, murah, mahal atau diskon, maka isi dari pendidikan itu panting..jangan sampai kita menyesal di kemudian hari karena salah mengambil keputusan pendidikan anak kita.
Mendidik anak kunci utamanya adalah orang tua sebab guru adalah sarana, pilihan kita harus pas karena terkait nasib pendidikan anak 3 atau 6 tahun kedepan (Sudah kaya pilkada ya).
Keputusan kita lah yang akan mempengaruhi hasil pendidikan itu. Ingat pesan Nabi SAW:

 

[arabic-font]

قال النبي صلى الله عليه و سلم ( كل مولود يولد على الفطرة فأبواهيهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه

[/arabic-font]
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Mahfud Fauzi
Mahfud Fauzi