Kategori
Artikel Berita Kegiatan Pesantren

Salam Cinta Dari Al-Azhar

Sudah menjadi maklum, banyak mahasiswa belajar di negeri para Nabi ini. Lebih dari 30.000 pelajar selain Mesir, dari 100 negara di seluruh dunia setiap tahun belajar di universitas yang terkenal dengan sistem wakafnya.

Kali ini Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Ketapang dikunjungi oleh Ketua Perwakilan Al-Azhar untuk Indonesia, Syeikh Dr. Muhammed Ahusainy Farroj Sayyid Ahmad.

Dalam sambutannya sebelum Materi dari Syeikh, Ustadz Saiful Bahri menekankan lagi kepada santri tentang syarat kesempurnaan ilmu menurut Abdullah Ibnu Mubarok:

  1. Niat
  2. Mendengar
  3. Memahami
  4. Menghafalkan
  5. Mengamalkan
  6. Menyebarkan

Syeikh Dr Muhammad Alhusainy yang sudah tinggal di Indonesia lebih dari 2 tahun ini mengawali tausiahnya dengan bahasa Indonesia. “Saya mencintai kalian karena Allah”. Mendoakan semoga semua mendapat kebaikan.

“Kedatangan kami dari negeri jauh adalah karena cinta, cinta kepada sesama muslim cinta kepada segenap pengurus Daarul Qur’an, terkhusus Syeikh Yusuf Mansur. Adalah tanda iman, cinta kita kepada Allah SWT adalah tanda Iman”.

Ketika kita bicara Al-Azhar Asyarif maka kita sedang membahas kenikmatan yang besar. Dari kenikmatan itu maka muncullah khidmat, khidmat untuk seluruh masyarakat dalam berbagai bentuk, khidmat ekonomi, khidmat pendidikan, khidmat perdamaian, khidmat ilmu, khidmat agama.

Negeri yang jika kita sampai disana, kita tidak pernah merasa aneh, tapi justru merasa berada dirumah sendiri, bertemu dengan teman-teman sendiri.

Al-Azhar adalah kampus tertua di dunia, umurnya 1070 tahun. Al-Azhar punya lebih dari sepuluh ribu ma’had dan menaungi lebih dari seratus ribu murid, seluruhnya gratis.

Tahun lalu 280 pelajar Indonesia ada di sana. Tahun ini Daarul Qur’an ikut megirimkan wakilnya. Adalah lima orang asatidz yang terpilih untuk belajar di Al-Azhar yang di training selama 2 bulan.

Pengetahuan dan informasi tentang Al-Azhar haruslah disampaikan secara merata, dan bukan mengakomodir nilai-nilai negatif tentang Mesir atau Al-Azhar. Karena al-Azhar sudah membuktikan peran dan fungsinya, baik secara kelembagaan, para alumninya, ataupun kiprah sosialnya memiliki value perubahan pada peradaban dunia. Bukan hanya pada dunia islam saja, tapi untuk dunia dan semua aspeknya. Sehingga istilah “Al-Azhar Syamsul Islam” bisa menjadi terwujud.

Al-Azhar adalah Mataharinya dunia.

Mesir adalah kiblat.

Di akhir sesi, syeikh yang juga pengajar di Institut Ilmu Alquran Jakarta ini, ikut mendoakan kelangsungan Institut Daarul Qur’an agar terus berkembang di kemudian hari.

 

Oleh: Ustadz Hendy Irawan Saleh, Kepala Biro Kominfo Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an

 

Kategori
Akhlak Berita Kegiatan KH. Yusuf Mansur

Meneladani Akhlak Rasulullah SAW

Muslimah Daarul Qur’an (Musdaqu) memperingati Mulid Nabi Muhammad SAW. Acara tersebut dilaksnakan di Rumah Putih, Kampung Ketapang, pada Rabu, (20/11) ba’da Ashar. Peringatan Maulid Nabi Muhammd SAW tersebut diisi dengan acara pembacaan tahlil, rawi, serta tausiyah yang disampaikan oleh Ustadz Hendy Irawan Saleh.

Dipandu oleh Ustadzah Tita, acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh putri kedua KH Yusuf Mansur, Qumii Rahmatal Qulub. Ibunda Qumii, Hj. Siti Maemunah, turut menghadiri acara dan memimpin pembacaan tahlil. Pembacaan sholawat diiringi kepakan rebana membuat suasana semakin syahdu. Pukul setengah lima sore, Ustadz Hendy sudah menempati kursinya untuk menyampaikan tausiyah. Kali ini beliau menjelaskan surat Muhammad ayat 1 dan 2.

Pada ayat pertama Allah SWT menjelaskan bahwa makhluk yang mengingkari perintah-Nya akan menemui jalan yang sesat. Hal tersebut juga menimpa umat Rasulullah SAW. Namun, solusi dari semua itu langsung Allah SWT sampaikan pada ayat selanjutnya. “Solusinya untuk semua manusia juga, hanya ada 3. Yang pertama kembali beriman kepada Allah SWT, kemudian mengerjakan kebajikan, dan yang terakhir beriman kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni Alquran dan Hadits”, ungkap Udstadz Hendy.

Rasulullah SAW sangat cinta kepada umatnya. Suatu ketika malaikat Jibril turun untuk menyampaikan ayat mengenai neraka. Rasulullah bertanya, “Wahai Jibril, siapa saja penghuni neraka itu?”. Jibril menjawab, “sebagian dari umatmu juga termasuk di dalamnya wahai Rasulullah”. Seketika Rasulullah SAW pingsan.

Ustadz Hendy menceritakan beberapa kisah mengenai akhlak Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sangat menghargai orang yang bekerja dengan cara yang halal. Rasul pernah mencium tangan kasar seorang penghancur batu lalu bersabda, “sesungguhnya Nabi Daud tidak pernah makan selain dari buah tangannya”. Rasulullah juga mencontohkan bahwa kita harus mendahulukan kebutuhan orang-orang yang ada dalam tanggungan kita. Susu yang tersedia di rumah beliau sudah hampir habis diminum oleh para Sufi dari Kota asal Abu Hurairah. Selanjutnya rasul memerintahkan Abu Hurairah untuk meminumnya. Dengan kuasa Allah SWT susu tersebut tidak habis sementara Abu Hurairah sudah merasa tak kuat lagi.

Ustadz Hendy juga menceritakan bahwa Rasulullah SAW sangat dicintai oleh semua orang. Namun, setelah beliau resmi menjadi rasul mulai banyak yang memusuhi akibat larangan Allah SWT yang beliau sampaikan. Itu merupakan bukti bahwa Rasulullah SAW taat kepada Allah SWT bagaimanapun kondisinya. “Perjalanan Rasulullah tidak serta merta heroik terus, tak seperti yang kita bayangkan. Suka duka yang beliau lewati merupakan bentuk kecintaan beliau pada umatnya”, ujar Ustadz Hendy. Meneladani akhlak Rasulullah SAW merupakan bentuk kecintaan kita kepadanya serta menghindari kita termasuk dalam golongan orang yang sesat.

Kategori
Artikel

16 Tahun Daarul Qur’an, Mewujudkan Naungan Yang Membahagiakan

Menjadi sebuah tujuan adalah  ketika kebahagiaan dapat hadir menghiasi kehidupan setiap kita, apapun profesi dan kesehariaannya. Kebahagiaan seorang petani saat bisa menghasilkan panen banyak, dijual dengan harga tinggi sehingga bisa tenang menyekolahkan anak sambil tetap beribadah. Demikian pula kebahagiaan seorang guru, saat melihat muridnya bisa meraih sukses jenjang pendidikan yang lebih baik dan tinggi sehingga bsia menjadi manfaat untuk banyak orang.

Sebagai insan Daqu tentunya kita akan bahagia saat bisa belajar Alquran, menghafal Alquran, menjadi jalan belajar dan menghafal Alquran, yang kemudian bermetaforfosa pada kemanfaatan nilai-nilai Alquran dalam kehidupan. Naungan Alquran menjadi keberkahan tersendiri bagi insan yang dekat dengan kalam Allah.

Naungan itu adalah kebahagiaan, Alquran itu syamuli, komprehensif,  universal, dan tidak pernah meleset. Alquran sebagai hudan (petunjuk) pengarah bagi siapa saja, dan selalu ada bisyaroh dengan pengamalan ayat-ayatnya.

Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” ( QS. Al- Isra 9)

Ada yang hanya modal Alfatihah dia bisa menjadi direktur travel. Cukup dengan sholawat 1000 kali setiap hari, seorang cleaning service bisa memiliki perusahaan cleaning service. Dengan menghafal 3 juz dan mengamalkannya seorang santri bisa memiliki 20 outlet penjualan suku cadang motor, atau seorang santri yang tetap menjaga hafalannya bisa meraih gelar Doktor dibawah usia 30 tahun. Semua karena naungan Alquran, dan salah satu kuncinya adalah disiplin dalam pengamalannya.

Naungan itu yang sedang terus kita jaga agar tidak pudar. Menjaga naungan Alquran adalah dengan membacanya, menghafalnya, mentadabburi dan mengamalkannya. Jika membaca dan menghafal  adalah bukti cinta kita akan Alquran, maka tadabbur adalah implikasi aktif seorang pembaca Alquran dimana dia mulai menyelami makna setiap kata, kalimat dan surah.

Ada makna disiplin pada perintah shalat di awal waktu dan berjamaah, maka saat kita  menambah bacaan Alquran, menambah hafalan ayat dan surah bermakna menjadi lebih baik dan meningkat disetiap lini kita bergerak, baik secara kualitas, baik secara disiplin, bersih secara lingkungan, suci secara hati, dan bermanfaat banyak kalangan.

Usia 16 tahun memang menjadi usia penguatan dari dalam. Saat hitungan kesuksesan sebuah lembaga dinilai dalam kurun waktu, maka kita sedang masuk dalam dasawarsa kedua dimana tantangan dan harapan menjadi hal niscaya yang harus dihadapi.

Banyak alumni yang sudah lahir dari Daqu, baik formal maupun non formal dari ribuan rumah tahfizh yang tersebar di Indonesia, Asia dan dunia. Banyak juga donatur yang sudah ikut andil dalam pembangunan Daarul Qur’an  untuk mewujudkan Dream Daqu bermanfaat bagi dunia.

Kekuatan sinergi menjadi satu poin penting dalam penguatan internal untuk kesolidan tim sekaligus menjadi modal utama dalam membangun kerjasama dengan pihak luar.

Pencapaian prestasi pendidikan, bantuan sosial dan pemberdayaan masyarakat dengan pemanfaatan unit bisnis di Daarul Qur’an tak luput dari peran serta masayarakat islam secara luas, baik para donatur, jamaah, santri, wali santri yang terus menerus mendukung secara kaffah.

Kritikan yang membangun juga sangat kami harapkan sehingga kedepannya lebih baik lagi  untuk kawan-kawan se Daqu. Penguatan nilai Daqu method akan terus ditingkatkan sehingga menjadi value yang baik untuk kemudian ditularkan kebanyak pihak.

Maka kebahagiaan bagi kami adalah ketika amal sholeh ini tak surut dan luput walau kami telah meninggalkan dunia menuju kekekalan kehidupan selanjutnya. Bertabur doa kita haturkan kepada para orangtua kami, orangtua santri, orangtua jamaah yang telah wafat semoga naungan alquran menjadi penerang alam kubur mereka dan kita kelak.

Alfatihah….

 

Ustadz Hendy Irawan Saleh, Direktur Kominfo Daqu

Kategori
Amalan Artikel

Tadarus

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Oleh : Ustadz Hendy Irawan Saleh

 

Tadarus (membaca) Al Qur’an adalah salah satu amalan sunah utama di Bulan Ramadhan. Terlebih, pada Bulan Suci inilah Al Qur’an mulai diturunkan, sebagaimana firman Allah SWT: “… Bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan yang menjelaskan, petunjuk dan pembeda antara yang benar dengan yang salah” (Al Baqarah: 185).

Menurut riwayat, Malaikat Jibril senantiasa tadarus Qur’an bersama Nabi Muhammad SAW setiap hari sepanjang Ramadhan. Sedang Utsman bin Affan, menantu Nabi SAW yang dijuluki Dzun Nurain,  khatam Qur’an setiap hari pada Bulan Suci.

Pendek kata, seperti dikatakan Imam Zuhri, “Sesungguhnya Ramadhan adalah Bulan Membaca Qur’an dan menyediakan takjil untuk orang berpuasa.”

Pembaca, semua sudah tahu what is the meaning of Al Qur’an. Mengutip Muhammad Ali Al Hasan dalam kitabnya Al Manar fi Ulum Al Qur`an, Al Qur`an: huwa kalamullah al-mu’jiz al-munazzal ‘ala al-nabiyyi al-manqul tawaturan wa al-muta’abbadu bihi tilawah.

Qur`an adalah Kalamullah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dinukil secara tawatur dan membacanya tergolong ibadah. Dan pahalanya, Subhanallah, ajib banget dah.

Al Qur’an terdiri 30 Juz, dan 6.236 ayat. Bahkan jika lafal basmalah di awal surat yang jumlahnya 112 dihitung, maka jumlah seluruh ayat menjadi 6.348 ayat.

Nah, jangankan membaca satu mushaf atau satu juz atau satu ayat, membaca satu huruf pun ada nilai ibadahnya berlipat sepuluh. Sebagaimana kabar gembira dari Rasulullah SAW:

Siapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka ia akan mendapat pahala satu kebaikan, satu kebaikan sama dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan ‘Alif Laam Miim‘ adalah satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf(HR Tirmidzi).

Padahal, jumlah huruf dalam satu mushaf Qur’an, lebih dari sejuta. Al-Imam Asafi’i dalam kitab Majmu al Ulum wa Mathli ’u an Nujum dan dikutip oleh Imam Ibn ‘Arabi dalam Mukaddimah al-Futuhuat al Ilahiyah  menyatakan jumlah huruf dalam Al Qur ’an adalah 1.027.000 (satu juta dua puluh tujuh ribu). Ini sudah termasuk jumlah huruf ayat yang di-nasakh.

Abdullah bin Amru bin Ash pernah bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, berapa lama aku sebaiknya membaca Al-Qur’an?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam satu bulan.” Aku berkata lagi, “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam dua puluh hari.” Aku berkata lagi, “Aku masih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima belas hari.” “Aku masih lebih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam sepuluh hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Namun beliau tidak memberikan izin bagiku” (HR Tirmidzi).

Menjelaskan hadits tersebut, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “(Maksud) adanya larangan membaca Al-Qur’an (menghatamkannya) kurang dari tiga hari yaitu jika dirutinkan tiap hari. Namun, jika di kesempatan yang utama seperti Bulan Ramadhan dan tempat yang mulia seperti di Makkah bagi penduduk luar Makkah, dianjurkan memperbanyak tilawah Al-Qur’an di sana, untuk menghargai kemuliaan tempat dan waktu tersebut. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan imam-imam lainnya. Hal ini didukung dengan amalan selain mereka.”

Utsman bin Affan ra, pada bulan Ramadlan menghatamkan Al-Qur’an sehari sekali. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun yang menghatamkan Al-Qur’an dalam satu raka’at, maka tidak dapat dihitung karena banyaknya. Di antara ulama terdahulu: Utsman bin ‘Affan, Tamim al-Daari, Sa’id bin Jubair Radhiyallahu ‘Anhu, beliau menghatamkan dalam satu raka’at di dalam Ka’bah.”

Imam al-Syafi’i rahimahullah, pada bulan Ramadhan menghatamkan Al-Qur’an sampai 60 kali dan itu di luar shalat. Sebagaimana disebutkan oleh muridnya Ar-Rabi’ bin Sulaiman: “Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.” Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36).

Imam al-Dzahabi berkata, “Telah diriwayatkan dari banyak jalur bahwa Abu Bakar bin ‘Ayyasy tinggal selama empat puluh tahun menghatamkan Al-Qur’an sekali dalam sehari semalam.”

Seorang ulama yang bernama Al-Aswad bin Yazid (Tabi’in yang meninggal dunia 74 atau 75 Hijriyah di Kufah), bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Dari Ibrahim An-Nakha’i, ia berkata, “Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam.” (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51).

Ulama di kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Da’amah, mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan setiap malamnya” (Siyar A’lam An-Nubala’, 5: 276).

Pun Ibnu ‘Asakir, ulama hadits dari negeri Syam, dengan nama kunyah Abul Qasim. Penulis kitab terkenal Tarikh Dimasyq ini, menurut kesaksian anaknya yang bernama Al-Qasim, biasa merutinkan shalat jama’ah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekannya. Lebih luar biasanya di bulan Ramadhan, beliau khatamkan Al-Qur’an setiap hari” (Siyar A’lam An-Nubala’ 20: 562).[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Kategori
Aqidah Artikel

Muharrom, Spirit Kebangkitan Ummat Oleh Ustaz Hendy Irawan Saleh

Sejak Kalender Qomariyah atau Penanggalan Islam digunakan 1438 tahun yang lalu,  tidakkah kita berpikir tentang keistimewaan Muharrom? Mengapa para senior kita rodhiyallahu anhuma, Khalifah Umar bin Khattab dan penasehatnya Abu Musa Al- Asy’ari, meletakkan Muharrom setelah Dzulhijjah?

Profesor Charles Jeurgens dari Universitas Leiden, Belanda, seakan menjawab pertanyaan itu. Berbicara di Universitas Australia Barat, Perth, Rabu (22/7/2015), ia menyatakan bahwa pemerintah Kolonial Belanda sangat khawatir terhadap jamaah haji Indonesia. Pasalnya, sepulang haji, mereka membawa spirit perlawanan terhadap penjajahan untuk meraih kemerdekaan bangsa.

“Maka, Belanda coba mengendalikan ibadah haji,” kata profesor di bidang pola alih informasi pada masa penjajahan.Pengendalian itu dilakukan melalui pengetatan syarat calon haji dan karantina jamaah haji. Terlebih setelah banyak orang Jawa bermukim di Makkah usai ibadah haji untuk memperdalam Islam.

Menurut penelitian H Aqib Suminto dalam buku ‘’Politik Islam Hindia Belanda’’, pada akhir abad ke-19 kaum mukimin Indonesia di Tanah Suci merupakan terbesar dan bagian paling aktif Pengamatan Snouck Hurgronje berkesimpulan, Kota Makkah menjadi jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh tubuh Muslimin Indonesia. Hingga kemudian, segala gerak gerik para mukimin yang dikenal sebagai Koloni Jawa di Makkah, selalu diawasi Konsul Belanda di Jeddah dan kaki tangannya di Makkah.

 

Spirit ibadah haji semakin dahsyat dengan adanya ibadah qurban di dalamnya. Inilah ibadah yang mensyaratkan keyakinan nothing to lose untuk menaati Allah SWT. Kita bersedia mengorbankan nyawa, harta, benda, kesempatan, waktu, pikiran, tenaga… dan semua resources yang kita miliki demi taat pada Allah. Sebagaimana telah diteladankan Nabi Ibrahim as.

 

Pada sebuah Khutbatul Wada’ yang sendu, Rasulullah SAW memungkasi pesannya dengan wasiat:

‘’Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya’’ (HR Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm).
Dengan syarat dan ketentuan pada Dzulhijjah, diletakkanlah Muharrom sebagai bulan kebangkitan ummat.
Rasulullah SAW: “Sungguh, Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab (Al-Qur’an) dan merendahkan (kaum) yang lain” (HR Muslim).
Sejak zaman Bani Umayyah dan Abasiah,  Islam telah menorehkan tinta emas dalam peradaban dunia.  Karya para ilmuan Dan filusuf Islam menghiasi setiap kajian-kajian ummat dan mereka bangga atas ini semua.  Mulai dari keilmuan aristektur,  astronomi,  hingga militer tak luput dari kejeniusan para ilmuan Islam dalam berkarya.
Kalaulah runtuh kemudian,  maka kitalah yang harus membangkitkannya lagi.
Bahkan kebangkitan Islam itu, menurut Syaikh Dr. Abu Bakr Al ‘Awawidah, bermula dari negeri kita. Kabar dari Wakil Ketua Rabithah ‘Ulama Palestina itu disampaikan oleh Ustadz Salim A. Fillah yang kemudian menjadi viral di medsos awal Desember 2015.

Syaikh Al ‘Awawidah menuturkan, bukankah Rasulullah bersabda bahwa pembawa kejayaan akhir zaman akan datang dari arah Timur dengan bendera-bendera hitam mereka? ‘’Dulu para ‘Ulama mengiranya Khurasan, dan Daulah ‘Abbasiyah sudah menggunakan pemaknaan itu dalam kampanye mereka menggulingkan Daulah ‘Umawiyah. Tapi kini kita tahu; dunia Islam ini membentang dari Maghrib; dari Maroko, sampai Merauke,” ujar beliau.

Syaikh mengakhiri penjelasannya dengan berkata, “Maka sungguh aku berharap, yang dimaksud oleh Rasulullah itu adalah kalian, wahai bangsa Muslim Nusantara. Hari ini, tugas kalian adalah menggenapi syarat-syarat agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam.”

Semoga semakin membudayanya Program Tahfizh Qur’an dalam segenap bentuk dan implementasinya, menjadi salah satu ciri kebangkitan Islam di Nusantara.
Saatnya Muharrom Bangkit.  Allah Bersama Kita. Dan Allah terus bersama kita. Selamat Tahun Baru Islam 1438 H.

Kategori
Artikel

Sami’na wa Laksanakan Segera

Bangun, tahajjud yuk, Allah menunggu.

Begitu kan, sering kita mendapati pesan melalui SMS, BBM, WA, atau FB, pada sepertiga malam terakhir.

Bagaimana reaksi kita?

Macam-macam. Ada yang gondok, karena terbangun oleh suara yang menandai datangnya pesan atau notifikasi itu. Ada yang bergeming, tak acuh, cuek, larut dalam buaian mimpi. Ada yang terbangun, membaca pesan tersebut, lalu tarik selimut, tidur lagi.

Ada juga yang tidak tidur lagi, tapi duduk di pembaringan, kucek-kucek mata, menguap, melamun… setengah jam kemudian baru bergerak perlahan menuju kamar mandi. Ada juga yang terjaga, berucap alhamdulillah, lantas segera ambil air wudhu.

Sikap terakhir itulah yang seharusnya menjadi kebiasaan kita, yakni sami’na wa atha’na terhadap seruan kebajikan.

Allah SWT berulangkali mengajak kita untuk bersegera dalam memenuhi seruan di jalan-Nya. Allah berfirman:

[arabic-font]وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ[/arabic-font]

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS Ali Imran: 133).

 

[arabic-font]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّـهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّـهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

[/arabic-font]

‘’Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allâh membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan’’ (QS Al-Anfâl: 24).

Menafsirkan ayat ini, Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Penuhilah seruah Allâh dan Rasul-Nya dengan menjalankan amalan ketaataan jika Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu yang berupa al-haqq (kebenaran).”

Sedang Imam al-Bukhâri rahimahullah mengatakan, “(Penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu) kepada suatu yang memperbaiki (keadaan) kalian.”

Nabi Muhammad SAW, yang kata Siri Aisyah ra ‘’akhlaknya adalah Al Qur’an’’, memberi teladan dalam bersegera melaksanakan perintah-Nya. Misalnya dalam menunaikan zakat.

Ibnu Abi Mulaikah mengisahkan dari ‘Uqbah bin Al Harits radliallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW shalat ‘Ashar berjama’ah

bersama kami. Usai shalat, tiba-tiba Nabi tergesa-gesa memasuki rumahnya. Tidak lama kemudian beliau keluar, maka ‘Uqbah bertanya ada apa. Jawab Rasulullah, ‘’Aku tinggalkan dalam rumah sebatang emas dari harta zakat. Aku tidak mau bila sampai bermalam, maka aku membagi-bagikannya” (HR Bukhari).

Zakat adalah bagian dari harta kita yang sebenarnya milik kaum mustahik (8 ashnaf). Nah, menunda penyerahan zakat, sama saja dengan menahan milik orang lain. Bila penundaan ini tanpa ‘uzur (alasan) syar’i (dibenarkan syariat), maka termasuk perbuatan zalim. Rasulullah SAW mengingatkan, “Menunda pembayaran utang oleh orang mampu adalah kezaliman” (HR Bukhari dari Abu Hurairah ra).

Ibnu Hajar Atsqolany menegaskan, “Bersegera beramal akan lebih cepat menggugurkan kewajiban, lebih baik dari sikap menunda-nunda yang tercela, mengundang ridha Allah, dan menghapuskan dosa” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari/3:299).

Sebaliknya, kita justru dianjurkan mengawalkan zakat sebelum jatuh tempo. Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra berkata, Nabi SAW menyegerakan pembayaran zakat milik Abbas ra (paman beliau) untuk masa dua tahun ke depan (HR Al-Qasim bin Sallam dalam Al-Amwal, no. 1885).

Hati-hati bila hati kita tidak sensitif untuk bersegera memenuhi panggilan-Nya. Bisa-bisa hati kita akan berpaling dan kemudian dipalingkan beneran, sebagaimana diperingatkan Allah SWT: Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka (QS As-Shaff: 5).

Kategori
Artikel

I’jaz al-Qur’an

Oleh: Hendy Irawan Saleh

Ketika Rasulullah SAW menyampaikan ayat demi ayat Quran yang diturunkan kepada beliau, para penyair jahiliyah menuduh ayat-ayat itu syair gubahan Muhammad sendiri. Tuduhan kaum kafir itu langsung dijawab Allah SWT dengan tantangan untuk membuat semisal kitab tandingan.
Tantangan dikumandangkan tiga tahap, dari yang paling berat hingga ringan (Al Qaththan, 1996): Pertama, membuat Quran tandingan. Kalau sendirian tak sanggup, manusia bahkan dipersilakan berkoalisi dengan jin. Dan nyatanya memang tak kan bisa, sebagaimana firman-Nya: Sungguh, jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka bekerjasama. (QS. Al Isra` : 88)
Kedua, kalau persekutuan manusia-jin itu gagal menghasilkan satu kitab, cukuplah manusia membuat sepuluh surat tandingan saja, sebagaimana firman-Nya :  maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. (QS Huud: 13)
Tiga penyair kakap yakni Abul Ala Al Mari, Al Mutanabbi, dan Ibnu Al Muqaffa, mencoba menjawab tantangan ini. Tapi, setelah sekian lama termenung, tak satupun ayat sanggup mereka toreh. Frustrasi, merekapun mencacah lembaran-lembaran (shuhuf) dan mematah-matahkan pena serta membuangnya jauh-jauh.

Kategori
Artikel

Dari Teaching Ke Coaching

Oleh: Hendy Irawan Saleh

Seorang guru tak lekang dari ingatan. Sering kita dengar celotehan kawan-kawan saat reuni di almamater tentang guru. “Oh, saya masih ingat beliau pernah ngajar saya.” Atau tiba-tiba kita berjumpa sosok yang rasanya kita kenal, lalu kita hampiri sambil berkata, “Ustadz…afwan Antum Ustadz Lukman kan? Saya Dodi, Stadz… murid Antum dulu waktu di madrasah. Antum mengajar Ilmu Akhlaq kelas 3 Ibtidaiyah.”
Lalu guru kita bilang, “Wah, Saya lupa tuch, alhamdulillah kalau gitu.”

Dialog ini seperti mengajari kita, bahwa seorang murid biasanya ingat pernah dididik oleh guru A, atau pernah diingatkan oleh guru B. Bahkan pernah dibentak oleh Kyai Fulan. Dan kenangan itu seperti masih terasa, saat kita sudah menikmati kesuksesan, atau sebaliknya na’udzubillah.

Itulah guru, ustadz, kyai atau mentor.  Yang selalu berada di “urutan belakang” di balik sebuah prestasi muridnya. Namun ironi ini tak pernah mereka komplain, karena sejatinya tanpa tanda jasa semakin mengikhkaskan hati mereka dalam mendidik. Kebanggaannya adalah saat muridnya atau santrinya lebih baik dari dia. Lebih baik akademisnya,  lebih baik prestasinya, moralnya, bahkan lebih baik nasib hidupnya.

Gurulah sebagai pondasi bangsa. Maka ketika hendak memulai restorasi negeri setelah dihancurkan bom atom, Kaisar Jepang bertanya, “Ada berapa guru yang tersisa?” Bukan berapa samurai yang masih siaga. Betapa visionernya sang kaisar.
Lebih visioner lagi Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sejak 14 abad lalu beliau sudah mendeclare bahwa beliau seorang pendidik. Seorang coach. Yang menghasilkan para sahabat radhiyallahu anhu. Para imam, para ulama yang tetap berpegang teguh pada ajarannya.

 َإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّماً
“Sesungguhnya aku diutus sebagai pendidik” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Amru ra).

Adakah diantara kita yang bercita -cita jadi guru?  Mungkin ada tapi tidak banyak. Sebab, menjadi guru harus utuh..harus “kaaffah” sehingga kekafahan jiwa dalam mengajar akan menuai hasil sesuai visi guru itu. Visi yang lebih dari sekedar mengajar (transfer knowledge) tapi lebih dari itu bergerak lebih visoner yaitu guru sebagai pendidik, guru sebagai contoh yang dapat dilihat. Bukan didialam kelas saja melainkan justru di luar bangku belajar.  Guru Yang bertransformasi from teaching to coaching.
Never ending coaching istilahnya.  Karena pendidikan setelah kelas itulah yang lebih menghasilkan. Sebab terjun langsung dalam aplikasi ilmu  (baca: praktek) seringkali menghadirkan ide-ide baru dalam berkesaharian. Boleh jadi experience is the best teacher. But the best teacher give many experiences.
Belajarlah,  terdidiklah, terinspirasilah dari seorang guru. Karena 1 guru memiliki banyak pengalaman untuk kita serap. Kalaulah budi mereka tak pernah surut oleh zaman, lalu bagaimana dengan pahala yang mengalir hingga hari akhir? Apalagi guru ngaji Al-Quran, betapa mulianya para guru.

Selamat Hari Guru untukmu wahai Para kyai, ustadz, guru, mentor, pembina.
Teruntuk pahlawan kehidupan kami. Atas budi baikmu, terimalah doa yang terus kami hantarkan untuk kebahagiaanmu sekeluarga.

Kategori
Artikel

Setelah Asap Berlalu

Di luar kebiasaan pada tahun-tahun sebelumnya, bencana kabut asap tahun ini menggila. Baik rentang waktunya, luasan areal terdampak, maupun korban paparannya.

Sebagian wilayah Pulau Sumatera, Kalimantan, bahkan Singapura dan Malaysia, dibekapnya. Ribuan warga di sana jadi korban. Mobilitas kehidupan sehari-hari terganggu, ratusan ribu orang sesak nafas, hingga sejumlah bayi meninggal dunia lantaran terpapar asap.

Rakyat yang semakin sesak nafas menjerit, agar kabut asap pergi sesegera mungkin atau ‘’asap’’ (as soon as possible).

Pepatah mengatakan, tak ada asap kalau tak ada api. Tak ada api kalau tak ada kebakaran dan pembakaran.

Banyak orang terfokus pada pembakaran sebagai penyebab bencana asap. Baik pembakaran hutan untuk dijadikan lahan kelapa sawit, atau pembakaran semak gunung untuk membuat perapian yang tak dipadamkan tuntas. Betul, pembakaran hutan yang melampaui batas adalah kejahatan yang harus dihukum. Tetapi, kita juga harus merenungi kenapa terjadi kebakaran.

Merujuk pada penjelasan Syaich Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, bencana atau musibah bukanlah disebabkan oleh gejala alam itu sendiri. Dalam risalahnya yang berjudul Idhohul Maqol Fi Asbabi Zilzal war Roddu ’Ala Malahidah Dzulal, beliau menyatakan, keyakinan bahwa penyebab gempa bumi hanya sekadar faktor alam semata sangat bertentangan dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits, dan ini merupakan pemikiran yang menyimpang” (hal 42).

Kebakaran disebabkan musim kering panjang. Musim kering berkepanjangan adalah dampak El Nino. Nah, pertanyaannya, siapa yang menciptakan dan mengatur fenomena El Nino?

Kebakaran meluas karena tiupan angin kencang. Pertanyaannya, siapa yang membuat angin kencang, dan siapa yang menentukan arah angin itu?

Allah! Jawabannya.
Itulah makanya jika Kanjeng Nabi Muhammad SAW dilanda sedih dan galau, beliau langsung sholat, sebelum melakukan hal-hal lain. Pun Khalifah Umar bin Khattab ra, ketika bencana melanda Madinah, maka yang pertama kali beliau serukan adalah ajakan bertaubat. ‘’Apa dosa yang telah kalian perbuat yang mengundang bencana ini?’’ gugatnya.

Sebagaimana setiap kejadian dalam kehidupan, bencana demi bencana itu pun tak lepas dari pengetahuan, kuasa, dan kehendak-Nya. Allah Swt menegaskan, ‘’Tiada satu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu kecuali telah tercatat dalam Kitab Lauh al-Mahfuz, sebelum Kami menciptakannya’’ (Qs. 57: 22-23).

Pakar tafsir Quraish Shihab menjelaskan, bila Allah Swt menggunakan kata ganti ‘’Kami’’ untuk menyebut diri-Nya, berarti ada partisipasi manusia dalam kasus tersebut. Ulah manusia ini disebut Allah Swt dalam Al Quran Surah as Syura ayat 31: “Dan apa yang menimpa kamu dari musibah, maka disebabkan ulah tanganmu….”.

Ketika Sayyidina Ali ra menanyakan tafsir ayat ini, Rasulullah saw menjelaskan, ‘’Musibah yang menimpamu, baik berupa sakit, hukuman, atau bencana di dunia ini, tak lain disebabkan ulah perbuatanmu sendiri!’’

Hal itu dipertegas dalam firman-Nya: ‘’Telah gamblang kerusakan di darat dan laut lantaran perbuatan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali [ke jalan yang benar]’’ (Qs Ar-Ruum: 41).

Berterima kasih kita kepada kaum muslimin yang berdo’a, yang melaksanakan istighatsah, yang menunaikan sholat istisqa’, yang mengajak dan melakukan pertaubatan, sehingga hujan mulai turun dan asap mulai menghilang.

[arabic-font]وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ[/arabic-font]

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan’’ (QS Al Huud: 117).

Selanjutnya, kita harus move on menuju kehidupan yang lebih religius. Asap ini hilang bukan sekadar lantaran siraman air atau hujan. Tapi karena kehendak Allah. Karena itu, yuk hentikan dosa kolektif seperti korupsi berjamaah dan penjarahan hutan.

Yuk banyakin doa. Banyakin bangun malam. Banyakin syukur. Banyakin prihatin dan banyakin untuk bikin orang lain senang. Karena itu semua merupakan cara mengundang rahmat Allah.

 

[arabic-font]

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ [/arabic-font]

Walau anna ahlal quroo aamanuu wat taqou lafatahnaa ‘alaihim barokaatim minas samaa’i wal ardhi….
‘’Jikalau sekiranya negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…’’ (QS Al A’raaf : 96).

Kategori
Artikel

Kembalikan Muharrom Kami

Cerah menyelimuti Jakarta di penghujung Dzulhijjah. Seperti biasa, sejak dini hari hiruk pikuk kehidupan tetap menderu seperti tiada jeda. Ya, ini ibukota, kota yang tak pernah mati.

Namun kali ini, kesibukan berangkat kerja tidak lagi terlihat di salah satu sudut kampung tua di Batavia. Kampung Sawah Besar di Jembatan Lima itu sedang mempersiapkan hajatan besar rupanya.

Mulai anak-anak sampai orang dewasa hingga manula, disertai para kyai mereka, larut dalam kebahagiaan datangnya tahun baru.

Bukan, bukan tahun baru Masehi. Seperti pernah dikatakan budayawan Betawi Ridwan Saidi, tidak ada perayaan tahun baru Masehi dalam kamus adat Betawi sejak dulu. Sebab, masyarakat Betawi menerapkan kalender lunar (qomariyah) atau Hijriyah sebagai sistem penanggalan mereka. Bukan kalender solar (matahari) alias Masehi.

“Kalaupun ada perayaan meriah yang harinya diambil dari kalender matahari, itu cuma peringatan 17 Agustus,” kata Ridwan Saidi (Republika, 31/12/2013).

Anak-anak asyik membuat hiasan yang akan dipajang di rumah atau sekolah, bahkan tiap kelasnya. Suasana kampung semakin meriah dengan lambaian hiasan kertas minyak aneka warna. Para remaja membuat bedug dari sisa kulit sapi atau kambing dari hewan qurban yang disembelih Idul Adha lalu.

Para ibu, subhanallah, tak mau kalah sibuk menyiapkan berbagai menu masakan untuk menyambut hajatan bersama sekampung.

Sore, 29 Dzulhijjah, Kampung Sawah sudah selesai berbenah. Warga rempug di gelaran tikar di jalan utama kampung. Mereka memulai dengan membaca Yaasin 3x khatam. Jelang maghrib, yang merupakan wakta transisi hari dalam Kalender Hijriyah, mereka membaca doa akhir tahun dipimpin tetua kampung. Lantas ba’da maghrib, usai dzikir, doa awal tahun dikumandangkan dengan penuh khidmat. Disambung ba’da isya dengan taushiyah Sang Kyai tentang Muharrom,  sejarah, kisah dan hikmahnya. Semua tertutur indah dari lisan pembimbing spiritual warga.

Inilah hari ketika pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra menetapkan momentum hijrah 16 Juli 622 M sebagai 1 Muharrom Tahun Pertama Hijriyah.

Pesan pokok peringatan Muharam adalah mengorbankan diri untuk kepentingan orang lain. Kata ‘‘Muharam’’ bermakna mulia, membela, menahan, yang diharamkan atau yang menjadi pantangan.

Salah satu amalan khusus di Bulan Muharam adalah puasa. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah telah berwasiat, “Seutama-utama puasa sesudah puasa Ramadhan ialah puasa Muharam dan seutama-utama solat sesudah solat fardhu adalah sholat malam” (HR Muslim).

Selain pada Hari Asyura (10 Muharam), umat Islam juga dianjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 11 Muharam. Ini untuk membedakan dari puasanya orang Yahudi (HR Ahmad, Al Bazzar).

Bersamaan dengan puasa, pada Muharam umat Islam juga dianjurkan banyak bersedekah. Abu Musa Al Madani meriwayatkan dari Ibnu Umar ra, yang mengutip pesan Nabi SAW: “Siapa yang  berpuasa pada hari Asyura seperti berpuasa setahun, dan siapa yang bersedekah  pada hari Asyura seperti bersedekah setahun.” (HR Al Bazzar).

Maka, esok harinya warga Kampung Sawah berpuasa sunnah. Maghrib, mereka berbuka puasa bersama di Masjid Jami’, dengan aneka menu yang telah dipersiapkan para ibu. Anak-anak yatim dan dhuafa pun gembira menerima hadiah lebaran mereka.

Oh, alangkah indah dan syahdu kebersamaan itu.

Tapi, itu cerita dulu. Sedangkan kini, yang luar biasa heboh justru peringatan tahun baru Masehi. Misalnya pada malam tahun baru 2013, pemerintah Jakarta menyelenggarakan Jakarta Free Night. Pemerintah mendirikan 16 panggung di 16 titik sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman untuk mementaskan musik gambus, gambang kromong, keroncong, campursari, dangdut, hingga band pop. Satu-dua penampilan bernafas religius, tapi yang lainnya full hura-hura belaka.

Kamis, 17 Januari 2013, kawasan Bunderan HI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, ‘’tenggelam’’. Wilayah jalan protokol yang seumur-umur belum pernah terkena banjir parah itu, lumpuh total tergenangi air bah berwarna kecoklatan. Foto-fotonya terpampang besar di halaman utama media massa nasional maupun internasional.

“Itu kan kuwalat,” ucap Bupati Sidoarjo Jawa Timur, Saiful Ilah, mengomentari Ibukota yang terendam banjir.

Kuwalat, artinya terhukum lantaran melanggar pantangan. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan, “Pada akhir (zaman) umat ini akan mengalami bencana ditenggelamkan ke tanah, diubah rupanya, dan dilanda berbagai fitnah.” Aisyah ra lalu bertanya, “Ya Rasulallah, apakah kami akan turut binasa sedang di antara kami masih terdapat orang-orang yang saleh?” Jawab Rasul, “Ya, kalau kejahatan muncul di mana-mana’’ (HR Imam At Tirmidzi). Jabir bin Abdullah ra mengabarkan bahwa Rasulullah SAW berwasiat, “Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung memberi wahyu kepada Jibril untuk membalikkan kota Madinah begini dan begini. Jibril berkata, `Ya Tuhanku, sesungguhnya di tengah-tengah mereka (penduduk Madinah) masih terdapat hamba-Mu si fulan yang tak pernah berbuat maksiat kepada-Mu barang sejenak pun.’ Allah berfirman, `Balikkanlah kota Madinah atas laki-laki itu dan atas warganya. Sesungguhnya wajah laki-laki itu tidak memperlihatkan rona kemarahan sama sekali untuk kepentingan-Ku’” (HR Ath Thabrani).

Maka, atas tenggelamnya Jakarta waktu itu, seorang tokoh habib Betawi berkata, “Setelah Sudirman-Thamrin dinodai dengan festival maksiat pada malam Tahun Baru, kini saatnya Allah SWT menyapu kotoran maksiatnya dengan air bah yang menggelontori Jakarta.”

Jelang 1 Muharrom 1437 H kini, pertanyaannya: Di mana senandung hijrah yang dulu merdu diperdengarkan? Di mana keceriaan anak bersuka-cita menyambut Tahun Baru Islam? Di mana semarak pergantian tahun menjadi momentum silaturahim dan saling menasehati dalam kebaikan untuk meningkatkan ketakwaan?

Ya, sebaik-baik kado Muharrom  adalah takwa. Sesuai firman Allah SWT:

وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ

Sungguh, sebaik-baik bekal adalah takwa (QS Al Baqoroh 197).

 

Semoga kita termasuk golongan hamba Allah yang selalu bermomentum kebaikan. Mengevaluasi diri maksiat dan dosa, sambil bersenandung doa hijrah untuk sesama.

 

Ketika Muharrom Bertanya

Salam rahmat dan berkah untuk semua Muslimin
Aku Muharrom bulan pertama pertama kalender Hijriah
Aku pertanda lahirnya peradaban Islami hasil perjuangan panjang
Aku hasil ikhtiar manusia mulia para Khalifah penerus Baginda Nabi
1437 tahun kini umurku

Tua memang, tapi banyak yang tak mengenaliku
Apakah aku terlalu tua hingga kalah dari yang lebih tua yaitu Masehi?
Oh, Aku cemburu padanya
Bahkan semakin tua dia, manusia semakin mencintainya
Apa salahku, atau apa salah kalian?
Aku bertanya pada siapa saja dari umat Islam
Adilkah kalian memperlakukanku secara

tidak lebih baik dari perayaan hedonik?
Padahal, Aku membawa kebaikan

Aku membawa pesan damai dari Tuhan Penguasa Kehidupan
Aku rindu gegap gempita keceriaan  menyambut kedatanganku
Karena Aku ingin semua kita menjadi Hamba Allah yang

penuh kebaikan, ilmu, dan surga pada akhirnya.

 

Batavia, jelang penghujung Dzulhijjah 1436 H

 

Hendy Irawan Saleh