Kategori
Berita Pusat

daQu kedatangan mufti dari Dubai

Daarul Qur’an Tangerang 08/9/2015: DaQu kedatangan tamu dari dubai. Syeikh DR. Muhammad Abdul Robb an-Nadzori, mufti besar dubai dan rombongan. Beliau disambut oleh Ketua 1 Daarul Qur’an, KH. Ahmad Jamil, MA. dan pengasuh Pesantren DaQu Pusat , Ahmad Slamet Ibnu Syam sebelum sholat dzuhur. Usai sholat dzuhur, beliau memberikan taushiyah di depan seluruh santri daqu pusat.
Dalam taushiyahnya, beliau menekankan pentingnya dzikir dan wirid, dan wirid terbaik adalah al-Qur’an. Dalam kesempatan itu juga beliau mengijazahkan 3 hadits musalsal. (1) Hadits rohmah al-musalsal bil awwaliyah. (2) Hadits almusalsal bil mahabbah. (3) Hadits syahadatain.
Seusai taushiyah, beliau dan rombongan, dijamu makan siang di gedung adduha, bersama Ketua 1 Daarul Qur’an, pengasuh pesantren daqu pusat, dan para kepala biro. Beliau sangat berharap bisa tinggal di Indonesia. karena keyakinan beliau, di Indonesia ini lah akan munculnya para wali di akhir zaman, dan beliau punya keyakinan, bahwa umat islam yg bermazhab syafii seperti indonesia ini punya cahaya teesendiri. wallahu a’lam b ish-showab. (red:ust.slamet)

Kategori
Berita Pusat

DaQuFest 2015: Subhanallah meriah banget

Alhamdullilah ‪#‎DaquFest‬ berjalan dengan lancar dan sangat meriah.
Mereka mempunyai kreatifitas, inovatif dan tentunya penghafal Quran, dengan adanya #DaquFest semoga para santri bisa mengembangkan bakatnya ke lebih jauh lagi dan mohon doanya agar para santri Daqu menjadi santri – santri yang berguna di masyarakat serta ilmunya bermanfaat bagi pengembangan islam dan semoga para santri bisa mencapai cita – citanya menjadi pilot, doktor, mentri atau bahkan president yang berilmu dan hafal Al – Quran.amin

#DAQUFEST 2015

Kategori
Berita Pusat

Komisioner USCIRF Kunjungi Daarul Qur’an

Amerika terbuka untuk santri Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Quran yang ingin mendapat beasiswa pendidikan di negeri itu. Amerika juga mengundang santri terbaik Daarul Qur’an untuk menjadi imam masjid di sana.

Demikian tutur DR Muhammad Zuhdi Jasser, komisioner United States Commission on International Religious freedom (USCIRF), dalam dialog dengan civitas academica Ponpes Tahfidz Daqu di Ketapang, Tangerang, Sabtu (22/8).

Kunjungan Zuhdi ke Ponpes Tahfidz Daqu didampingi Tina L Mufford, analis kebijakan USCIRF untuk wilayah Asia Timur-Pasifik yang meliputi Burma, China, Indonesia, Laos, Korea Utara, dan Vietnam. Keduanya mewakili Kedutaan Besar Amerika Serikat, yang pada 2014 juga mengirim utusan ke sini.

Berbicara di depan Ustadz Yusuf Mansur dan ribuan santri Ponpes Tahfidz Daarul Quran, Zuhdi Jasser mengatakan, Islam di Indonesia merupakan Islam yang toleran dan terbuka terhadap perkembangan zaman.

“Ini modal yang baik bagi perkembangan Indonesia menjadi negara yang moderen,” ujar pria keturuan Suriah tersebut.

Dalam sambutannya, Mufford mengaku terkesan dengan santri-santri Daarul Quran yang menyambutnya dengan senyum ceria.  Ia mengatakan, Indonesia adalah sahabat penting bagi Amerika Serikat.

“Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat seperti sahabat. Banyak kerjasama positif yang kita lakukan. Kami juga belajar pada Indonesia dalam memgembangkan demokrasi,” ujarnya.

Menurut Tina, derasnya pertumbuhan pemeluk Islam di Indonesia tidak masalah, sebagaimana pemerintah AS tidak mengintervensi kepercayaan warga negaranya.

Ustadz Yusuf Mansur dalam sambutannya menyatakan, Ponpes Tahfidz Daarul Qur’an sebagai pondok kosmopolitan, terbuka bagi tetamu dari Barat maupun Timur.

“Alhamdulillah, tidak hanya dari Amerika saja yang berkunjung dan melihat ponpes Kami. Sebelumnya juga ada kunjungan dari beberapa negara Eropa seperti Inggris dan lainnya. Kita juga sering menerima kunjungan warga Eropa untuk belajar Al Qur’an,’’ papar Ustadz Yusuf sambil mengimbuhkan bahwa saat ini ada Omar, warga Prancis, yang sedang belajar sekaligus menghafal Al Qur’an di tempatnya.

Yusuf Mansur menilai positif kunjungan tokoh internasional ini dalam membangun komunikasi serta menjajaki kerjasama dalam dunia pendidikan.

Kategori
Berita Pusat

Kala Indonesia Menjadi Tujuan Belajar Islam Masyarakat Dunia

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar memeluk agama Islam, banyak institusi pendidikan Islam di Indonesia. Saat ini ada lebih dari 600 perguruan tinggi islam dan 52 diantaranya berstatus negeri.
Selain lembaga pendidikan tinggi juga ada lembaga pendidikan islam lainnya berupa pesantren yang diasuh oleh para kyai dan ulama. Jumlah pesantren melebihi perguruan tinggi. Bahkan pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan islam tertua di dunia.
Banyaknya para ulama, cendekiawan dan institusi pendidikan Islam inilah yang membuat Indonesia kini menjadi tujuan bagi mereka yang ingin belajar agama Islam. Satu institusi islam  yang kerap menjadi tujuan warga dunia belajar dan menghafal Al-Qur’an adalah Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an pimpinan ustadz Yusuf Mansur.
“Alhamdulillah, pesantren kami beberapa kali menerima warga negara asing yang sedang ingin belajar ilmu-ilmu Al-Qur’an” ujar ustadz Hendy Irawan, Kabiro media dan dakwah ponpes tahfidz Daarul Qur’an, Rabu (29/7).
Tercatat, tambah ustadz Hendy, warga negara Ingris, Perancis, Singapura, Brunei Darussalam dan Mesir pernah bermukim di Ponpes Tahfidz Daarul Quran untuk belajar sekaligus menghafal Al-Qur’an.
Saat ini pondok pesantren yang berlokasi di Ketapang, Tangerang ini tengah kedatangan Omar santri asal Perancis. Pria kelahiran Maroko ini datang ke Daarul Qur’an untuk belajar sekaligus menghafal Al-Quran.
“Insya Allah, saya akan menetap disini untuk waktu satu bulan” ujar pria berusia 24 tahun tersebut.
Omar mengaku tahu Daarul Qur’an setelah ia mencari-cari institusi pendidikan Al-Qur’an lewat channel Youtube. Saat itu ia melihat acara Musafir Ma’al Quran yang dipandu oleh Syekh Fahd Al Kandari seorang imam dari Kuwait. Ini merupakan video dokumenter menggambarkan perjalanan beliau yang berkeliling ke berbagai negara menemui para hafidz dan penghafal Quran untuk berbagi dengan para penonton keajaiban-keajaiban yang Allah tunjukkan kepada penghafal Al-Quran.
Dalam salah satu episodenya syaikh Fahd Al Kandari berkeliling ke Indonesia dan melihat bagaimana aktivitas pondok pesantren tahfidz Daarul Qur’an dan ustadz Yusuf Mansur.
“Dari tayangan tersebut saya langsung yakin dan mencari tahu akan Indonesia dan Daarul Qur’an” ujarnya.
Ia mengaku belum pernah mendengar Indonesia dan ponpes Daarul Qur’an. Awalnya sempat takut karena belum tahu informasi tentang negara yang akan dikunjunginya. Berkat dorongan sang ibu untuk tetap datang dan meminta perlindungan kepada Allah swt, Omar memantapkan diri untuk melangkah.
“Alhamdulillah, kini saya sudah berada disini dan siap untuk belajar dan menghafal Qur’an” ujar pria yang sudah merampungkan hafalan juz 30.
Omar pun terkesan dengan para santri cilik yang tengah menghafal Al-Qur’an. Ia pun mengaku tambah semangat untuk menghafal semaksimal yang ia bisa.
“Target saya di Daarul Qur’an bisa menghafal sebanyak 5 juz” ujarnya sambil tersenyum.
*Keterangan foto : Omar dan Pimpinan Ponpes Tahfidz Daarul Qur’an, Ustadz Ahmad Jameel
Kategori
Berita Cikarang Cimanggis Lampung Pusat Takhosus Ungaran

Kini, Pesantren Tidak Lagi Menjadi Pilihan Kedua

Banyak orangtua yang menakut-nakuti anaknya masuk pesantren; “Kalau nakal nanti di pesantrenin lho” seolah, pesantren adalah tempat pembuangan anak kandung.
Akibatnya, tak sedikit generasi muda Muslim melihat pesantren dengan sesuatu yang negatif. Padahal pesantren adalah institusi pendidikan yang komplet. Selain belajar tentang ilmu agama dan umum para santri dididik untuk belajar tentang kehidupan.
Namun, belakangan stigma pesantren sebagai institusi pendidikan alternatif yang dipilih jika anak tidak masuk sekolah umum mulai memudar. Kini, banyak para orangtua yang memilih pesantren sebagai pilihan utama tempat belajar anak-anaknya.
“Belakangan trendnya seperti itu. Bahkan banyak dari kalangan ekonomi atas yang tidak ragu dan sungkan lagi untuk memasukkan anaknya ke pesantren” ujar Ustadz Ahmad Jameel, Pimpinan Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an, Selasa (28/7) di sela-sela menyambut kedatangan para santri baru di Ketapang, Tangerang.
Ustadz Jameel menambahkan antusiasme masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pesantren sangat tinggi. Bahkan banyak orangtua yang sudah mendaftarkan anaknya untuk tahun ajaran beberapa tahun kedepan.
“Sepertinya saat ini tumbuh kesadaran untuk menyiapkan anak sedini mungkin dalam menghadapi kehidupan. Tidak salah kita menyiapkan anak menjadi ahli matematika, IT, ekonomi dan lainnya tapi jangan lupakan pendidikan dasar mereka dengan ilmu agama” ujarnya.
Pendidikan yang komplet inilah yang membuat Asep (50) mendukung pilihan anaknya Nezar (14) untuk masuk ke ponpes tahfidz Daarul Qur’an. Pria yang berprofesi sebagai guru di salah satu SMP di Jakarta Utara ini mengakui pesantren adalah institusi pendidikan yang lengkap.
“Selain belajar ilmu umum anak-anak ditanamkan ilmu agama. Mereka juga dibekali dengan hafalan Al-Qur’an. Dan yang lebih istimewanya di pesantren mereka akan belajar tentang kehidupan” ujarnya.
“Maka, begitu anak saya memilih pesantren sebagai pendidikan berikutnya. Saya  langsung setuju saja tidak ambil pusing” tambahnya.
Sementara itu ustadz Yusuf Mansur, pendiri ponpes tahfidz Daarul Qur’an, mengatakan banyaknya kekhawatiran memasukkan anak ke pesantren biasanya berasal dari orangtua itu sendiri. Banyak orangtua yang khawatir anaknya tidak makan enak, tidak bisa tidur nyenyak dan lain sebagainya.
“Padahal anak-anak itu fine-fine aja. Nah, gara-gara kita selaku orangtua ribet sendiri maka si anak jadi ketakutan. Padahal, insya Allah apa yang dialami oleh anak-anak di pesantren baik itu susah dan senangnya akan menjadi  pelajaran berharga bagi kehidupan mereka selanjutnya” ujar ustadz Yusuf Mansur.
Untuk tahun ajaran 2015/2016 ini pondok pesantren tahfidz Daarul Qur’an menerima sebanyak 1300 santri baik putra dan putri untuk belajar di ponpes yang tersebar di Tangerang, Cikarang, Lampung dan Semarang.
Kategori
Berita kisah alumni Pusat

Dua Santri Indonesia Akan Menjadi Imam Taraweh Di New York

Seiring meningkatnya jumlah muslim Amerika, kebutuhan akan imam masjid makin terasa dibutuhkan. Saat ini, meski belum ada data pasti, diperkirakan ada enam sampai sembilan juta  kaum muslim di Amerika.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan hanya ada 44 Imam di Amerika yang menjadi imam penuh dan mendapatkan gaji rutin. Kebutuhan akan imam masjid terasa saat datangnya bulan ramadan. Kebutuhan akan imam untuk memimpin shalat taraweh sering membuat pengelola masjid mendatangkan relawan dari negara lain.
Relawan yang didatangkan biasanya para santri penghafal Al-Qur’an. Santri-santri dari Indonesia sering mendapatkan panggilan untuk menjadi relawan memimpin shalat taraweh atau lainnya. Tahun ini dua santri asal Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an terpilih untuk memimpin shalat taraweh di New York.
“Sewaktu ustadz Yusuf Mansur berkunjung ke Amerika Serikat ada permintaan dari komunitas muslim disana untuk mengirimkan santri yang akan bertugas menjadi imam saat shalat taraweh nanti. Alhamdulillah, dua santri kami akan segera berangkat dan saat ini sedang dalam pengurusan dokumentasi pelengkap” ujar ustadz Slamet Ibnu Syam, pengasuh Ponpes Daarul Qur’an.
Keberangkatan kedua santri ke New York ini juga tidak lepas dari peran Ustadz Muhammad Shamsi Ali. Beliau merupakan warga negara Indonesia yang telah menetap selama 18 tahun di New York. Ayah lima anak ini merupakan imam dan Ketua Yayasan Masjid Al-Hikmah, yang didirikan muslim Indonesia di Astoria. Selain itu ia juga tercatat sebagai Direktur Jamaica Muslim Center di Queens.
Afif Okjil dan Syafril Mude dua santri yang baru saja menjalani wisuda kelulusan  yang akan berangkat ke Amerika Serikat. keduanya terpilih selain memiliki hafalan 30 juz juga dianggap sebagai dua santri terbaik.
“Setelah melihat kualifikasi yang dibutuhkan, kedua santri ini kami anggap sanggup untuk menjalankan tugas ini” ujar ustadz Slamet.
Ia menambahkan ini bukanlah yang pertama para santri Daarul Qur’an dipinta untuk menjadi imam di luar negeri. Sebelumnya ada santri yang dikirim ke Malaysia dan Jepang.
“Setiap tahunnya selalu ada permintaan dari komunitas muslim di luar negeri” tambahnya.
Afif pun sempat terkejut saat namanya diberitahu akan diberangkatkan ke Amerika. Ia mengaku akan menjalankan kepercayaan ini dengan baik.
“Awalnya sempat tidak percaya dengan penunjukan ini. Namun, kini saya dan Syafril tengah menyiapkan mental dan terus mengulang hafalan agar bisa menjalankan tugas ini dengan baik” ujar Afif.
Meski mengaku tidak ada persiapan khusus keduanya kini tengah belajar bahasa Inggris dari buku-buku yang ada.
“Sebagai bekal komunikasi disana” ujar Afif sambil tersenyum