Kategori
Artikel kisah alumni

Lulus dari Daarul Qur’an Bisa Jadi Diplomat

Siapa yang tak kenal Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nation? Organisasi yang dibentuk tanggal 24 Oktober 1945 setelah perang dunia ke-II ini bertujuan mendorong kerjasama internasional serta mencegah terjadinya konflik antar negara. Hingga saat ini 193 negara, termasuk Republik Indonesia, menjadi anggotanya.

PBB memiliki program untuk kalangan pelajar dan akademika yang bernama Model United Nation (MUN). Para pelajar dari berbagai negara diberikan kesempatan melakukan simulasi konferensi PBB layaknya seorang diplomat. Tentunya para pelajar itu harus melewati berbagai proses sebelum terpilih menjadi pesertanya. Nah, pada konferensi MUN 2020 yang akan dihelat di Kuala Lumpur, Malaysia, salah satu pesertanya adalah alumni Daarul Qur’an Putri Cikarang. Mari kita berkenalan dengannya.

Ia adalah Alfia Syahira. Putri kelahiran Medan, 18 September 1999 ini biasa disapa Ira. Setelah 6 tahun menimba ilmu di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Cikarang, di tahun 2018 ia berhasil lulus. Buah hati Muhammad Zulfan dan Budi Astuti Khairul ini berkesempatan melanjutkan studi di Universitas Islam Antarbangsa Malaysia, mengambil jurusan Qur’an dan Sunnah. Mantan ketua bagian dapur santri Organisasi Santri Daarul Qur’an (OSDAQU) periode 2017-2018 ini pernah mencoba mendaftar di Al Azhar University, Cairo. Setelah melihat kakak kelasnya yang juga alumni santriwati Daarul Qur’an telah kuliah di Malaysia ia memutuskan mendaftar di sana.

Ira terinspirasi kakak tingkatnya yang pernah berpartisipasi dalam MUN. Setelah mendapat cukup informasi ia mencoba mendaftarkan dirinya untuk bersaing dengan ratusan orang lain dari berbagai negara. Persaingan pun sangat ketat karena PBB mencari pelajar yang memiliki visi dan misi setelah megikuti perhelatan tersebut. Ira berhasil merebut hati para panitia dengan menjelaskan keinginannya untuk bermanfaat di lingkungan sekitar hingga dunia internasional.

Ira menyadari bahwa apa yang ia capai tak lepas dari pengalamannya selama di pesantren. Program wajib berbahasa yang diterapkan pesantren melatih dirinya terbiasa menggunakan bahasa internasional. Begitupun program muhadhoroh atau public speaking yang membuatnya lihai berbicara di khalayak umum. Teman-teman di pesantren yang berbeda suku, sifat, dan karakter juga membuatnya mudah beradaptasi di sana.

Alumni Daarul Qur’an Angkatan 8 ini mengakui masih terngiang akan pesan Ustadz Sobri M. Rizal, “Hanya orang penting yang tau akan kepentingan”. Hal itu menjadi modalnya untuk speak up dalam forum terbuka. “Jadilah seorang leader seperti ayahanda KH Yusuf Mansur. Sampaikan karena kita semua adalah ‘The Choosen One’. Belajar berani keluar dari zona nyaman dan ambil resiko untuk kesuksesan kita kelak”, pesan Ira untuk adik-adik kelasnya yang masih mondok.

 

Oleh: Naufal Khair, Kontributor Malaysia

Kategori
Amalan Artikel kisah alumni

Alumnni Daarul Qur’an Pimpin 10 Ribu Mahasiswa Indonesia di Malaysia

Lulusan Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an kembali mencetak prestasi. Tak tangung-tanggung, salah satu alumni Daarul Qur’an berhasil menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Malaysia Periode 2019-2020. Namanya Abdis. Ia mengkomandoi 10 ribuan mahasiswa Indonesia di 40 kampus di seluruh penjuru Malaysia. Mari kita kita kenali salah satu jebolan Angkatan 5 Daarul Qur’an ini.

Anak dari Budi Santoso dan Mayernis ini bernama lengkap Abdis Salam. Ia mendapat kesempatan melanjutkan studi di Universitas Utara Malaysia (UUM) jurusan International Business Management konsentrasi Entrepreneurship pada September 2017. Awalnya, ia sempat melakukan pendaftaran di salah satu kampus ternama di Malaysia yakni International Islamic University Malaysia untuk mengambil jurusan Islamic Finance. Tapi takdir berkata lain. Akhirnya ia memilih UUM sebagai pelabuhan selanjutnya. Bahasa Inggris yang digunakan sebagai bahasa pengantar membuat Abdis semakin termotivasi.

Semenjak nyantri, Abdis aktif di Organisasi Santri Daarul Qur’an (OSDAQU). Pengalamannya berorganisasi kembali mendorongnya terjun dalam organisasi PPI Malaysia. Ia mendedikasikan dirinya utuk membantu para mahasiswa Indonesia yang ada di Malaysia. Tentunya ia juga berharap mampu membantu masyarakat Indonesia.

Tahun pertamanya di PPI (2017-2018) Abdis menjabat sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya dan Organisasi. Satu tahun kemudian ia terpilih menjadi Wakil Ketua PPI. Abdis bersama timnya membuat program “Padamu Negeri Kami Mengabdi”. Program tersebut untuk membantu masyarakat Indonesia atau pekerja di wilayah utara Malaysia. Berkat kesuksesannya, program kerja itu terpilih sebagai program kerja terinspiratif bidang sosial kemasyarakatan di PPI Malaysia awards. Selain itu, Abdis juga pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan Simposium PPI Dunia di Johor Baru sebagai anggota divisi sponsorship.

Pria kelahiran negeri minang, 20 Mei 1998, ini mengakui bahwa OSDAQU menjadi resep rahasia para alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an bisa unjuk gigi di depan umum tanpa minder ataupun takut. Tentu bukan hal mudah bagi orang-orang yang belum terbiasa. Abdis juga menyadari dengan berorganisasi ia mampu meningkatkan kemampuan leadershipnya.

Di OSDAQU Abdis menjadi bagian Tata Usaha yang bertugas membantu aktifitas bisnis santri Daarul Qur’an. Hingga akhirnya ia dipindah tugaskan menjadi bagian yang konon sangat disegani para santri untuk mengatur dan menjaga kedisiplinan.

Abdis berpesan pada adik-adik yang ingin melanjutkan studinya untuk terus memberikan gagasan serta usaha dalam rangka membantu sesama. Insya allah Allah SWT juga akan membantu kita di setiap sendi kehidupan.

 

Oleh: Naufal Khair, Kontributor Malaysia

Kategori
Artikel Berita kisah alumni

Datang, Minum, Zegerr!

Kedai minuman thai tea kian mejalar di Indonesia. Indonesia menjadi pasar yang tepat untuk perkembangan usaha minuman asal Thailand tersebut. Iklim Indonesia yang cenderung panas membuat thai tea begitu menyegarkan. Tersedianya berbagai varian rasa dan topping juga membuat jenis minuman ini laris di pasaran. Peluang bisnis tersebut dimanfaatkan oleh putri pertama pendiri Daarul Qur’an, KH Yusuf Mansur, yakni Wirda Mansur.

Menjelang pukul 10 pagi, Jum’at (6/12), Wirda dibantu beberapa keluarganya tengah menyiapkan outlet. Tak berselang lama para pembeli mulai berdatangan. Promo beli 2 gratis 1 menjadi daya tarik tersendiri pada launching outlet yang diberi nama Zegerr! itu. Mulai dari yang hanya membeli satu hingga memborong 15 gelas sekaligus.

Ada berbagai varian rasa yang ditawarkan. Original, mangga, green tea, red velvet, vanilla, dan oreo dapat dipesan sesuai selera masing-masing.

Tak butuh waktu lama, menjelang Ashar outlet milik Wirda tersebut telah tutup. Sebuah tulisan menandakan bahwa dagangannya di hari launching itu telah habis.

Pertumbuhan pesat usaha di bidang kuliner dalam 2 tahun terakhir coba Wirda manfaatkan. Maka dari itu minuman yang sedang digandrungi masyarakat Indonesia ini menjadi alasan Wirda membuka outletnya. “Gue sih percaya bahwa usaha kuliner ini sangat diminati masyarakat Indonesia, terutama kaum millennial”, ungkapnya.

 

Di media sosial Wirda terkenal dengan usaha di bidang fashion. Ia menyadari bahwa terjun di usaha bidang kuliner merupakan sesuatu yang baru baginya. Namun, justru itu merupakan tantangan yang mendorong semangatnya untuk membuka outlet Zegerr!.

Wirda Mansur merupakan anak seorang da’i kondang yang juga lulusan pesantren. Kehidupan pesantren yang indetik dengan nilai-nilai agama membuat orang kerap beranggapan miring tentang potensi para santrinya. Hal tersebut disanggah oleh Wirda. Ia pun berpesan bagi para santri untuk terus mengembangkan potensi dirinya.

“Tidak ada yang salah dengan itu semua (belajar agama). Baiknya kalian bisa mengembangkan passion kalian. Misalkan ada yang suka di kesenian, otomotif, kecantikan, atau usaha bidang lainnya, ya ayok lah kita jadi santripreneur”, ujarnya. Dengan mengembangkan potensi khususnya di bidang usaha maka santri akan berperan dalam berkembangnya perekonomian umat.

Kategori
Amalan Artikel kisah alumni Pesantren

Rahasia Juara Lintas Disiplin Ilmu Bela Diri

Olahraga bela diri banyak jenisnya. Masing-masing jenis tentu berbeda gerakan dan jurusnya. Tidak semua orang mampu menguasai lebih dari satu disiplin ilmu bela diri. Diperlukan latihan intensif dengan waktu yang panjang untuk benar-benar menguasai hal tersebut.

Muhammad Alif Ernaldo, alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Ketapang angkatan 9 asal Jakarta berhasil meraih medali emas dalam kejuaraan nasional wushu yang bertajuk Wushu Games di Balairung Universitas Indonesia, 14-17 November 2019. Ia mewakili kampus Binus University. Uniknya, selama nyantri di Daarul Qur’an ia merupakan anggota Persatuan Silat Daarul Qur’an atau Persida.

Bersaing dengan ratusan peserta dari universitas lain tak membuat ia gentar. Alif yang turun di kelas 80 kg mengaku mempersiapkan fisik dan mental untuk kejuaraan tersebut selama 6 bulan. Namun, 6 bulan bukanlah waktu yang panjang mengingat ia baru pertama kali turun di cabang wushu. “Terima kasih banyak kepada Ustadz Wildan sudah diajari fisik supaya kuat dan teman-teman lain di Persida”, ungkapnya. Ya, rahasianya adalah kerja keras dan latihan. “Serta selalu berdoa kepada Allah SWT”, ungkapnya melanjutkan.

Wushu merupakan olahraga yang membutuhkan kekuatan dan kondisi fisik yang prima. Alfi yang rutin berlatih pencak silat semenjak di Persida pun mengaku sudah terasah fisik dan mentalnya. Ketekunannya berlatih juga membuat ia sering mendapatkan gelar juara. “Baru pertama kali lomba wushu, tapi kalau silat udah 2 kali juara 3”, ujarnya.

Ia memberikan pesan bagi yang ingin mengikuti jejaknya. Menurutnya, mental dan fisik memang hal utama dari sebuah seni bela diri namun segala usaha yang kita lakukan hasilnya Allah SWT yang menentukan. Maka dari itu, selain tekun berlatih, berdo’a dan bersholawat jangan sampai ditinggalkan sebagai wasilah kita untuk memohon kemenangan dalam sebuah kejuaraan.

Kategori
Amalan Artikel kisah alumni Pesantren

Tantangan Menuntut Ilmu di Negeri Beruang Putih

Lulusan Daarul Qur’an kembali menapakkan kakinya di Eropa. Kali ini Rusia menjadi negara tujuan. Aisyah Sholeh, Alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Putri asal Bintaro, Tangerang Selatan, lolos seleksi beasiswa pemerintah Rusia tahun 2019. Meskipun baru 2 minggu tinggal di Rusia, ia bisa merasakan perbedaan yang tampak antara Indonesia dan Rusia.

Aisyah mengungkapkan alasan dirinya memilih Rusia. “Sebenernya awalnya ga ada minat karena godaannya berat, apalagi muslim minoritas”, ujarnya. Setelah mendapatkan referensi yang cukup ia mempertimbangan memilih Rusia karena ada satu kota yang populasi muslimnya cukup banyak, yakni Kota Kazan. Namun, ketika proses wawancara dengan direktur program penerima beasiswa tersebut ia disarankan untuk pindah ke Far Eastern Federal University di Vladivostok. Ia pun lolos seleksi dan berkuliah di jurusan pariwisata.

Perjalanan Aisyah kuliah di Rusia bukanlah perkara yang mudah. Sebelumnya ia sempat kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Fakultas Psikologi, lewat jalur SNMPTN. Namun karena satu dan lain hal akhirnya ia keluar. Ia pun sempat mencoba mendaftarkan diri ke perguruan tinggi di Turki dan Mesir namun ditolak. Hal tersebut membuatnya menunggu untuk mempersiapkan diri selama 2 tahun.  Pengumuman setelah proses pendaftaran yang dibuka pada November 2018 juga harus ia tunggu hingga 1 tahun karena prosesnya yang panjang. “Beasiswa yang diterima ga full. Biaya hidup sekitar 2 juta sebulan sudah cukup, tergantung gaya hidup juga”, ungkapnya.

Tantangan yang sebenarnya ia rasakan ketika telah menapakkan kaki di Rusia. Yang pertama adalah soal makanan. Ia mengisahkan ketika dirinya masak masakan dengan bahan daging ayam pun tetap merasa ragu karena tidak mengetahui apakah proses pemotongan ayam tersebut sesuai syariat Islam atau tidak. Yang terberat adalah mengenai gaya hidup. Ia sempat merasa kaget ketika mengetahui asrama yang akan ia gunakan dicampur antara perempuan dan laki-laki. “Tapi tergantung niatnya ke sana gimana, kalau mau gaya hidup bebas ya gampang aja”, tuturnya. Namun, ia juga mengapresiasi karena penduduk di sana menghargainya. “Pernah beberapa kali sholat di lorong dan mereka ga ganggu”, ungkapnya.

Menurutnya, restu orang tua adalah modal utama baginya ketika memutuskan kuliah di Rusia. “Karena mau gimanapun hebatnya kita kalo ortu ga ridho ya ga akan bisa pergi juga kitanya”, ujarnya. Selain itu, ia berpesan khususnya untuk para santri Daarul Qur’an untuk senantiasa menjaga hafalan Alquran. “Intinya harus istiqomah menjaganya”.

Kategori
Artikel kisah alumni

Rela Menunda Kuliah Demi Menghafal Alquran

Bila kebanyakan lulusan SMU langsung sibuk mencari universitas atau perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikan, tidak begitu dengan Fauzia Ilma. Perempuan asal Bekasi ini lebih memilih mendaftar di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Malang, untuk menghafal Alquran.

Ilma mengaku sebelum ia sibuk dengan bangku kuliah, ia ingin menyibukkan diri dengan menghafal Alquran.

“Ilma pengen setiap detik bisa Ilma habiskan buat Alquran. Setiap gerakan bibir Ilma pakai buat melafalkan ayat-ayat Alquran. Dan setiap Ilma diam, selalu ada ayat Alquran yang bergeming dalam hati.” Ujarnya.

Kini di bulan keempat, sejak Juni 2019, Ilma sudah menyelesaikan hafalan sebanyak 15 juz. Ia pun menargetkan untuk khatam hafalan Alquran 30 juz dalam satu tahun.

“Ilma pengen setiap detik bisa Ilma habiskan buat Alquran. Setiap gerakan bibir Ilma pakai buat melafalkan ayat-ayat Alquran dan setiap Ilma diam, selalu ada ayat Alquran yang bergeming dalam hati.”

Ilma juga menyampaikan bahwa menjemput keberkahan hidup di dunia dengan menghafalkan Alquran tidak akan ada ruginya. Seperti janji Allah, bahwa saat kita mengutamakan urusan akhirat, maka segala yang ada di dunia akan mengikuti. Ilma sangat yakin bahwa saat ia mengutamakan Alquran, Insya Allah akan banyak keberkahan yang Allah berikan kepadanya. Begitu pula dengan jeda waktu kuliahnya kali ini, ia yakin bahwa waktu yang sedang ia luangkan untuk mengkhatamkan hafalan Alquran tidak akan menjadi sia-sia dan terbuang begitu saja, justru Allah akan menghadiahkan banyak keberkahan di dalamnya.

Tidak hanya menghafal Alquran, di Tahfizh Camp Malang Ilma juga belajar berbagai materi. Diantaranya; Ihyaussunnah, Bahasa Arab, At-Tibyan, Shirah Nabawiyah, dan Fiqih. Materi-materi ini disampaikan langsung oleh Ustadz Teguh, Pengasuh Pesantren Tahfizh Camp Daarul Qur’an Malang. Ilma merasa begitu beruntung berkesempatan menjadi santri Daarul Qur’an.

“Masya Allah.. ngafalin Alquran tuh berkah banget dan Alhamdulillah Allah lancarin. Yang paling penting lurusin niatnya.” ujar Ilma.

Kategori
Berita kisah alumni Pesantren

Delapan Santri Daqu Lanjutkan Studi di Cina

Dalam setiap kesempatan para santri pesantren tahfizh Daarul Qur’an selalu dimotivasi untuk mencari ilmu kapan saja dan di mana saja. Hadits Rasulullah saw, “Tuntutlah Ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat”  selalu diingatkan oleh para ustadz kepada para santri. Maka setiap jelang kelulusan para santri sudah memiliki rencana ke mana saja mereka akan melanjutkan studi.

Contohnya di tahun ini sebanyak 8 alumni Daarul Qur’an akan melanjutkan studinya ke Cina. Mereka akan mengambil studi di jurusan teknik di Langzhou Jiatong University dan jurusan Bisnis di Langzhou Ligong University di Kota langzhou, Tiongkok.

Setelah menyempurnakan Bahasa Inggris selama dua bulan di Kampung Inggris Pare, Jawa Timur, akhirnya pada tanggal 29 September 2019 kedelapan santri tersebut diberangkatkan ke Cina. Nantinya sebelum memulai kuliah mereka dibekali Kelas Bahasa Mandarin selama setahun, mengingat bahasa pengantar selama kuliah adalah Bahasa Mandarin dan Inggris.

Selain ke Cina tahun ini para alumnus Daarul Qur’an juga akan melanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di Timur Tengah seperti Madinah dan Yaman juga akan ada yang melanjutkan studi di Mesir serta Jerman.

Semangat belajar ke berbagai dunia ini merupakan perwujudan dari Dream 5 Benua yang sering digaungkan oleh KH Yusuf Mansur yang memiliki dream santri Daqu akan ada di mana saja.

Kategori
Artikel kisah alumni

Dipermudah Menikah Berkat Alquran dan Doa Orangtua

Perjalanan Nur Azmi, alumnus Daarul Qur’an angkatan ke 7, penuh dengan cerita. Kisah cintanya mengingatkan dengan drama Romeo dan Juliet karya Shakespeare. Lulus dari Daarul Qur’an tahun 2011, Azmi langsung diterima di UIN Banjarmasin melalui jalur prestasi Hafizh Qur’an. Tapi tawaran tersebut tidak ia ambil dengan alasan ingin mengabdi terlebih dahulu di pesantren.

“Insya allah dengan mengabdi akan mendapat keberkahan dari pesantren” bersit Azmi saat itu.

Setahun mengabdi, Azmi mencari informasi kuliah di Timur Tengah. Dibantu alumni Daqu lainnya Azmi mendapat informasi meraih pendidikan di negara seperti Mesir, Sudan, Libanon dan Madinah. Dari ustad Ghofur, Azmi mengirim berkas permohonan beasiswa ke PCNU, qodarullah Azmi belum diterima di Sudan.

Azmi tidak menyerah. Ia mencari lagi informasi pendidikan ke Madinah. Ia mengirim berkas ke Universitas Islam Madinah. Ia mendapat kabar harus menunggu satu tahun. Ia mencari informasi lagi. Kali ini ke Yaman. Negerinya para wali. Negerinya para Habib. Ia berangkat ke Cirebon tempat pendaftaran  di Universitas Al Ahgaff Yaman.

Azmi mendaftar sekaligus mengikuti dauroh selama dua minggu. Dua hari setelah dauroh, dilaksanakan ujian tes Universitas Al Ahgaff dengan jumlah total peserta hampir 300 orang dari seluruh Indonesia. Alhamdulillah Azmi diterima di Universitas Al Ahgaff.

Belum genap satu tahun Azmi di Yaman, ia jatuh sakit. Hampir dua pekan Zzmi mengalami sakit yang kabarnya tidak ada obatnya di Yaman. Ditengah sakit yang melanda terbersit keinginan  Azmi untuk oulang ke Indonesia.  Azmi bertemu dengan Abuya Al Habib Abdullah Baharun rektor Universitas Al Ahgaff. Beliau banyak sekali memberi Azmi nasehat motivasi dan doa buat kesembuhan, dipertengahan pembicaraan beliau menasihati Azmi agar segera menikah untuk menghindarkan serta menjauhkan diri dari maksiat dan juga ketika sakit ada yang merawat.

Mendapat nasihat dari ahli ilmu Azmi memutuskan untuk menikah meski diusia muda.  Alhamdulillah, dua hari setelah sowan ke beliau, Azmi sembuh dari sakit, dan disitu juga Azmi bilang ke habib ingin menikah, dengan wanita pilihan Azmi. Tidak lupa ia meminta doa kepada Habib agar dimudahkan dan dilancarkan. Azmi ijin ke orangtua untuk menikah muda, alhamdulillah orangtua mengijinkan, akan tetapi Azmi disuruh mengurus semua masalah sendiri, dari bilang ke orangtua wanita, sampai mengurus akad nikah di Yaman.

Sebelum Azmi menghubungi orangtua wanita, Azmi terlebih dahulu memberitahu ke wanita tersebut, agar ijin ke orangtua menikah muda dan hasilnya orangtuanya menolak keinginan sang anak. Tapi azmi tidak menyerah, karena orangtuanya menolak bukan ke Azmi langsung, tapi ke anaknya. Akhirnya Azmi bilang ke wanita tersebut, “mana nomor orangtua kamu ? biar Azmi yang berbicara” Wanita tersebut tidak mau, karena takut orangtuanya menolak langsung ke Azmi. Tapi Azmi meyakinkan, bahwa setiap niat baik akan dibantu oleh Allah.

Akhirnya diapun memberi Azmi nomor orangtuanya, di dalam hati Azmi sebenarnya takut, tapi Azmi yakin Allah akan membantu semuanya. Sebelum Azmi menghubungi calon orangtuanya tersebut, Azmi melakukan solat hajat dan istikharah dan membaca qur’an 1 juz, serta meminta kepada Allah semoga meluluhkan hati orangtua wanita tersebut dan mengijinkan anaknya menikah muda. Azmi pun mulai mengetik pesan untuk menghubungi orangtua wanita saat itu pukul 2 pagi di Yaman atau sekitar  jam 6 pagi di Indonesia. Waktu yang tepat menurut Azmi untuk mengirim pesan. inti dari pesan tersebut “ketika kita bisa melakukan kebaikan sekarang, kenapa harus menundanya sampai besok. Kita tidak pernah tahu, sampai kapan kita berada didunia ini.”

Lama pesan Azmi tidak terjawab, hingga akhirnya pada sore hari ada notifikasi balasan dari Indonesia. Dada Azmi sempat berdebar saat ingin membukanya. Hingga akhirnya ia buka dan menangis karena lamarannya diterima. Azmi langsung menghubungi kedua orangtuanya  dan memberitahu kepada Habib Abdullah Baharun dan ditentukanlah akadnya tanggal 4 syawal di Yaman tepatnya di kediaman beliau Masjid Baharun. Azmi merasa tidak pantas dengan nikmat yang begitu banyak diberikan Allah kepada Azmi. Belum genap satu tahun, banyak sekali nikmat yang Allah berikan, tidak sebanding dengan kebaikan yang Azmi lakukan.

“ Inilah satu berkah dan kemuliaan Alquran serta doa dari oran tua, terutama doanya ibu. Doa yang tiada tandingannya, mengalahkan doa para waliyullah. Semoga ini menjadi penyemangat bagi kita semua dan lebih cinta lagi kepada Alquran dan lebih menghormati dan berbakti lagi kepada orangtua kita terutama ibu kita” ujar Azmi

 

Ditulis oleh Rifqi Akbari 

Kategori
Berita kisah alumni

Kisah Agung Menjadi Tukang Cuci Piring di Mesir Untuk Biaya Hidupnya

Belajar di Mesir sudah menjadi cita-cita dan impian Agung Haris Fadilah sejak awal ia masuk pesantren tahfizh Daarul Qur’an. Maka ketika kesempatan belajar di negeri yang dikenal sebagai gudang ilmu datang Agung tidak menyia-nyiakan meski harus menjadi tukang cuci piring untuk bekal membiayai hidupnya selama di Mesir.

Agung adalah alumni angkatan ke 3 pesantren tahfizh Daarul Qur’an. Ia masuk pada tahun 2010 dan mengawali dari program i’daad dan dinyatakan lulus pada tahun 2013. Selama di Daarul Qur’an, Agung sangat mengidolakan ustadz-ustadz lulusan dari Mesir.“Sejak masuk ketika ketemu usatdz Kholid, ustadz Saeful Bahri dan beberapa ustadz alumni. Mereka keren dalam menyampaikan ilmu yang mereka punya” ujarnya.Bermodal doa dan keyakinan Agung terus menyalakan cita untuk belajar di Mesir. Tidak hanya berdoa agung juga mengerjakan sholat-sholat sunnah seperti sholat hajat, duha, tahajud, dan tasbih dengan harapan Allah akan memudahkan dirinya untuk menimba ilmu di mesir.Setelah lulus dan mengabdi di Daarul Qur’an, Agung mengikuti tes yang di selenggarakan Kemenag bertempat di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, tetapi hasil berkata lain. Agung harus menerima kenyataan bahwa dirinya dinyatakan tidak lulus seleksi. Namun tekadnya yang kuat memberanikan Agung untuk meminta bantuan dari ustadz-ustadz agar dapat memberangkatkan dirinya untuk menimba ilmu di mesir. Alhamdulillah salah satu ustadz Daarul Qur’an ada yang dapat membantunya.

Awal tiba di Mesir, Agung merasa sangat senang dan bahagia. Mimpinya kini menjadi nyata. Dua bulan pertama Agung masih dapat menjalani kehidupan dengan layak. Ia masih punya uang bekal dari Indonesia. Masuk di bulan ketiga uang Agung mulai menipis, ia mulai memutar otak untuk memenuhi segala kebutuhan hidup di Mesir. Sejak awal berangkat orangtua Agung sudah berpesan tidak dapat mengirim uang bulanan untuk dirinya. Maka satu-satunya cara adalah mencari kerja untuk menutupi segala biaya hidupnya. Ia pun mulai bertanya kepada senior-senior mahasiswa dari Indonesia untuk minta bantuan di carikan kerjaan, Alhamdulillah mulai bulan ke 4 tinggal di mesir ia mendapatkan kerjaan.

“Kerjanya gak terlalu capek hanya tempatnya yang lumayan jauh. Aku kerja itu di tempat warung makan”.

Awal masuk Agung bertugas menjadi tukang cuci piring, namun perlahan-lahan mulai menjadi pembuat minuman sampai pada akhirnya menjadi tukang masak. Saat itu pikiran Agung sudah mulai terbelah antara fokus belajar dengan bekerja sebagai upayan untuk bertahan hidup.

Satu ketika dalam perjalanan menuju tempat kerja hujan turun. Saat itu uang di kantong Agung sangat pas-pasan. Sehingga ia tetap melanjutkan berjalan kaki sambil hujan-hujanan. Cuaca saat itu memasuki musim dingin. Sambil berjalan ia harus menahan udaran dingin yang menusuk tulang. Dalam keadaan seperti itu ia melihat teman-temannya sedang asyik duduk santai di rumah sambil masak gorengan yang hangat.

“Kalau inget momen itu rasanya gak kuat , tapi yang menguatkanku ya karena tekad kuat yang emang dari dulu pengen banget belajar di Mesir” ujarnya hingga meneteskan air mata.

Untuk bertahan hidup Agung tidak hanya bekerja di satu tempat saja. Ia juga bekerja dari mulai warung bakso hingga warung makan biasa, hingga akhirnya dapat kerja di tempat yang lumayan nyaman dan layak.

“Kadang emang banyak yang harus di korbankan. Ketika sibuk bekerja pasti ada sebagian pelajaranku yang tertinggal. Begitu sebaliknya ketika saya mulai fokus belajar maka banyak hutang di sana-sini” ujarnya.

Meski begitu Agung menerima dengan hati yang senang karena masih tidak menyangka bisa belajar di Mesir saat banyak orang-orang yang ingin belajar ke Mesir. Alhamdulillah setelah 4 tahun berjuang di Mesir, cita-cita Agung terwujud pada tahun 2019 saat dirinya diterima di Fakultas Syariah wal Qonun, jurusan Syariah Islamiyah.

Pesan agung untuk adik-adik santri dan teman alumni harus tetap semangat dan jaga terus keyakinan pada Allah swt. Jangan pernah ragu akan kekuatan doa terlebih kita sebagai penghafal Alquran. Kalau sibuk paksain tetap baca Alquran.
“Karena sesungguhnya ketika sibuk tidak bisa baca Alquran itu sebenarnya Alquran telah ninggalin kita, bukan karena kitanya yang sibuk” ujarnya.

Ditulis oleh, Rifqi Akbari, Alumni Daqu
Kategori
Artikel kisah alumni

Tekad Rizqi Putra  Menjaga Hafalan di Negeri China

“Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China”, kalimat itu membekas di hati Rizqi Putra yang  mengobarkan semangatnya untuk melanjutkan studi di negeri China. Terlebih selama enam tahun di pondok pesantren ia selalu diberikan semangat untuk menimba ilmu sejauh mungkin bahkan jika perlu berangkat ke negeri China.

Rizqi merupakan alumni angkatan ke 8, Sejak 2012 menimba ilmu di Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an hingga dinyatakan lulus tahun 2018. Setelah lulus dari pesantren Rizqi ingin menimba ilmu di mengikuti seminar dan seleksi kuliah ke negeri China. Alhamdulillah Rizqi diterima dan dinyatakan lulus mengambil jurusan kedokteran di Chengdu University Of TCM. Ia punya niat mulia untuk menolong orang banyak dengan pilihan studinya tersebut.

Berangkat ke negeri China yang secara kultur dan budaya berbeda dengan lingkungan pesantren, membuat Rizqi harus pandai mengatur waktu. Terlebih orangtua berpesan untuk tetap menjaga hafalan dan tidak melupakan ibadah selama di negeri orang. Alhamdulillah di pesantren Rizqi terbiasa untuk membagi waktu antara sekolah formal dan tahfizh Qur’an. Kebiasaan ini membuat Rizqi mudah membagi waktu menjaga hafalan dan studinya.

“Jujur, menjaga hafalan di negeri minoritas muslim amatlah sulit, selain harus melawan hawa nafsu dan malas, lingkungan yang kurang mendukung juga menjadi hambatan dalam mengulang dan menghafalkan Alquran” ujarnya melalui pesan singkat.

Tapi besarnya balasan bagi penghafal Alquran memaksa Rizqi untuk menjaga konsistensi  menjaga hafalannya. Ia pun berusaha untuk mengulang hafalan dimanapun ada waktu dan tempat yang mendukung.

“Kadang kalau ada waktu kosong biasanya murojaah di kamar dan di kelas, intinya dahulukan mengahafal Alquran  bukan luangkan waktu dalam menghafalkan Alquran” ujar Rizqi

Ketekunan Rizqi menjaga hafalan Alquran mejadi inspirasi bagi sesama mahasiswa muslim Indonesia di China. Ia tidak sungkan berbagi metode menghafal Alquran. Perlahan ia juga mengenalkan budaya islam, budaya Indonesia dan budaya Daarul Qur’an.  Kebiasaannya membaca Alquran sempat mengundang keheranan orang-orang di China, meski mereka menikmati dari setiap lantunan Alquran yang dibacakan Rizqi.

“Bahkan ada waktu sebelum pulang ke Indonesia ada non muslim asal Thailand yang bilang senang mendengar bacaan seorang muslim di tempat umum”

Lulus dari pesantren dan kuliah di China tidak membuat Rizqi lupa dengan pesan orangtua. Maka itu pada 2018 lalu ia kembali ke Indonesia untuk mengikuti Wisuda Tahfizh Nasional, ajang wisuda bagi para santri Daarul Qur’an, Ia ikut wisuda untuk kategori 30 juz. Alasan utama Rizqi tetap ingin mengikuti WTN adalah ingin membuat orangtua bangga dan ingin membuktikan bahwa di negara manapun kita bisa tetap menjaga hafalan Alquran.

Kepada adik-adik dan teman-teman alumni Rizqi berpesan “Tetap semangat menghafalkan Alquran, jangan pernah berhenti bermimpi untuk dapat menghafalkan Alquran 30 juz, karena kita tidak tahu, kapan mimpi itu akan terwujud” pesannya.

Ditulis oleh, Rifqi Akbari, Alumni Daqu