Kategori
Amalan Artikel kisah alumni Pesantren

Tantangan Menuntut Ilmu di Negeri Beruang Putih

Lulusan Daarul Qur’an kembali menapakkan kakinya di Eropa. Kali ini Rusia menjadi negara tujuan.

Lulusan Daarul Qur’an kembali menapakkan kakinya di Eropa. Kali ini Rusia menjadi negara tujuan. Aisyah Sholeh, Alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Putri asal Bintaro, Tangerang Selatan, lolos seleksi beasiswa pemerintah Rusia tahun 2019. Meskipun baru 2 minggu tinggal di Rusia, ia bisa merasakan perbedaan yang tampak antara Indonesia dan Rusia.

Aisyah mengungkapkan alasan dirinya memilih Rusia. “Sebenernya awalnya ga ada minat karena godaannya berat, apalagi muslim minoritas”, ujarnya. Setelah mendapatkan referensi yang cukup ia mempertimbangan memilih Rusia karena ada satu kota yang populasi muslimnya cukup banyak, yakni Kota Kazan. Namun, ketika proses wawancara dengan direktur program penerima beasiswa tersebut ia disarankan untuk pindah ke Far Eastern Federal University di Vladivostok. Ia pun lolos seleksi dan berkuliah di jurusan pariwisata.

Perjalanan Aisyah kuliah di Rusia bukanlah perkara yang mudah. Sebelumnya ia sempat kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Fakultas Psikologi, lewat jalur SNMPTN. Namun karena satu dan lain hal akhirnya ia keluar. Ia pun sempat mencoba mendaftarkan diri ke perguruan tinggi di Turki dan Mesir namun ditolak. Hal tersebut membuatnya menunggu untuk mempersiapkan diri selama 2 tahun.  Pengumuman setelah proses pendaftaran yang dibuka pada November 2018 juga harus ia tunggu hingga 1 tahun karena prosesnya yang panjang. “Beasiswa yang diterima ga full. Biaya hidup sekitar 2 juta sebulan sudah cukup, tergantung gaya hidup juga”, ungkapnya.

Tantangan yang sebenarnya ia rasakan ketika telah menapakkan kaki di Rusia. Yang pertama adalah soal makanan. Ia mengisahkan ketika dirinya masak masakan dengan bahan daging ayam pun tetap merasa ragu karena tidak mengetahui apakah proses pemotongan ayam tersebut sesuai syariat Islam atau tidak. Yang terberat adalah mengenai gaya hidup. Ia sempat merasa kaget ketika mengetahui asrama yang akan ia gunakan dicampur antara perempuan dan laki-laki. “Tapi tergantung niatnya ke sana gimana, kalau mau gaya hidup bebas ya gampang aja”, tuturnya. Namun, ia juga mengapresiasi karena penduduk di sana menghargainya. “Pernah beberapa kali sholat di lorong dan mereka ga ganggu”, ungkapnya.

Menurutnya, restu orang tua adalah modal utama baginya ketika memutuskan kuliah di Rusia. “Karena mau gimanapun hebatnya kita kalo ortu ga ridho ya ga akan bisa pergi juga kitanya”, ujarnya. Selain itu, ia berpesan khususnya untuk para santri Daarul Qur’an untuk senantiasa menjaga hafalan Alquran. “Intinya harus istiqomah menjaganya”.