Kategori
Artikel kisah alumni

Sabar dan Murojaah Kunci Beasiswa ke Madinah

Teruslah bermimpi dan bercita-cita, apalah artinya hidup tanpa mimpi dan cita-cita dan selalu iringi mimpi dan cita-cita kita dengan doa dan amal sholeh

Madinah tidak hanya dikenal sebagai satu dari dua kota suci oleh umat Islam. Kota tempat diturunkannya Alquran dan hijrahnya Rasulullah saw. Selain itu kota ini juga menjadi pusat pendidikan Islam dengan berdirinya sejumlah universitas terbaik di sana. Belajar ilmu keislaman di Madinah menjadi mimpi banyak pelajar dari negeri muslim termasuk Syahdan Farhani Jamalullail.

Syahdan merupakan alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an. Ia masuk pada tahun 2011 dan lulus pada tahun 2014. Semenjak SMP ia sudah memiliki cita-cita untuk melanjutkan pendidikan di Madinah. Ia sampai memasang gambar peta Kota Makkah dan Madinah di lemari dan handphonenya.

Tahun 2014 tak terasa waktu kelulusan pun tiba. Berbekal informasi yang didapat dari web dan para asatidz yang pernah belajar di Madinah, Syahdan mengumpulkan persyaratan dan mendaftar untuk ujian tes beasiswa ke Madinah. Salah satu persyaratan materi yang akan diujikan yaitu tes hafalan Alquran, dengan rasa semangat dan tekun syahdan selalu memurojaah hafalan – hafalannya dengan harapan akan mudah saat seleksi ujian tes beasiswa ke Madinah.

Pada tahun 2015 bukannya beasiswa yang didapatkan, Syahdan harus menerima kenyataan menderita penyakit cervical distonia, yaitu adanya gumpalan daging yang mengisi celah leher yang menuju otak yang menyebabkan kepala Syahdan hanya bisa menghadap ke kiri dan tidak dapat menghadap ke depan ataupun ke kanan. Tidak hanya fisik, sakit  ini juga membuat Syahdan hilang kepercayaan diri, karena hampir setiap orang yang ditemuinya melihat sinis karena posisi wajahnya yang selalu menghadap ke kiri.

Tapi Syahdan tidak menyerah. Ia tetap sabar dan tidak melupakan mimpi ke Madinah. Ia pun terus mencoba berobat dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya dan juga dengan pengobatan herbal. Meski faktanya penyakit yang dideritanya belum ada obat yang mampu menyembuhkannya. Syahdan tetap bersabar dan memiliki keyakinan hanya Allah swt yang dapat menyembuhkan penyakitnya.

Meski melewati hari hanya terbaring di kasur, Syahdan tidak lupa berdoa dan memurojaah hafalan. Hingga akhirnya menjelang akhir tahun 2015 lehernya mulai perlahan bisa digerakkan hingga akhirnya ia dinyatakan sembuh seperti sedia kala.

Setelah merasa sehat dan bisa kembali beraktivitas dengan normal, Syahdan mencoba kuliah di satu kampus di Semarang, Jawa Tengah. Selama kuliah di Semarang  ia mendapatkan berbagai macam prestasi seperti juara 2 lomba baca puisi Bambang Sadono untuk tingkat kabupaten/kota Semarang, juara harapan 2 lomba baca puisi tingkat Provinsi Jawa Tengah, juara 2 lomba story telling aerotionundip tingkat provinsi Jawa Tengah, juara harapan 1 story telling tingkat nasional, juara 1 lomba Dai Kamtibnas Porsimaptar Akademi Kepolisian tingkat nasional dan sejumlah prestasi lainnya.

Meski sudah kuliah di Semarang, mimpi untuk kuliah di Madinah tetap tidak hilang. Ia pun kembali mecoba ikut tes penerimaan mahasiswa bari di Islamic University of Madinah. Syahdan pun merasa tes kali ini ia mengikuti dengan baik utamanya pertanyaan seputar materi tes hafalan Alquran.

“Hikmah sakit yang saya derita membuat saya jadi lebih fokus dalam mengulang hafalan dan efeknya saat tes kedua untuk lanjut study di Madinah, saya merasa lebih lancar dalam menjawab pertanyaan yang diajukan” ujarnya.

Kesabaran dan semangat menjaga hafalan Alquran saat sakit berbuah nikmat diterimanya Syahdan kuliah di Madinah dengan mendapat beasiswa pada 2018. Tetapi sekali lagi Syahdan harus menunda keberangkatannya karena ada masalah visa. Ia kembali bersabar dan berdoa. Akhirnya pada awal tahun 2019 syahdan dapat berangkat ke Madinah untuk belajar di Islamic University of Madinah. Pesan syahdan untuk adik-adik dan para alumni yaitu teruslah bermimpi dan bercita-cita, apalah artinya hidup tanpa mimpi dan cita-cita. Jangan lupa iringi cita-cita kita semua dengan doa dan amal baik.

Ditulis oleh, Rifqi Akbari, alumni Daqu