Kategori
Artikel

Faceapp dan Berubahnya Paradigma Kita Pada Ketuaan

Bila sebelumnya enggan membayangkan wajah saat tua, kini kita penasaran melihat bocoran wajah saat tua

Beberapa hari belakangan, aplikasi Faceapp kembali viral dan banyak dipakai pengguna smartphone untuk menjawab tantangan #AgeChallenge, juga di Indonesia.

Faceapp merupakan aplikasi yang dapat mengubah foto dengan beberapa efek. Satu efek yang digemari adalah mengubah wajah kita menjadi terlihat tua.

Pengguna smartphone dan media sosial pun langsung sibuk membagikan dugaan wajah tua mereka ke media sosial dan tidak lupa membandingkannya dengan wajah saat ini, untuk memancing komentar dari pengguna media sosial lainnya.

Bila menjadi tua selama ini menjadi momok yang menakutkan, maka lewat aplikasi Faceapp kita tidak sabar melihat bocoran  wajah tua kita, meski banyak pakar mengkhawatirkan pencurian data dengan menggunakan aplikasi ini. Bila sebelumnya kerut di wajah coba dihindari dengan cara apapun, kini kita memasangnya, meski belum tentu itu tampilan  wajah kita saat tua nanti, dengan senang.

Momok pada usia tua memang mengakar jauh sejak lama dalam budaya manusia. Berbagai cari ditempuh untuk mencegah ketuaan. Dari mulai meminum ramuan hingga ke perawatan dengan biaya jutaan. Faktanya apapun cara kita menjaganya tua itu adalah sebuah keniscayaan. Tugas kita sebagai manusia hanya memanfaatkan setiap waktu yang terus berjalan ke depan bukan ke belakang.

Selain takut kehilangan kekuatan fisik, hal yang membuat manusia takut tua adalah identiknya tua itu dengan kematian, meski nyatanya siapa saja dan dalam umur berapa saja bisa menemui kematian. Maka jika kini kita tidak lagi takut tua karena aplikasi Faceapp, maka alangkah baiknya juga kita tidak takut akan kematian dengan cara menyiapkan kematian itu sejak dini.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Al-Imran: 185)

Lalu dengan apa kita menyiapkannya?

Pertama, perbanyak mengingat mati. Dengan memperbanyak mengingat kematian maka kita sekeras mungking menghindar dari perbuatan dosa. Kita akan selalu merasa diawasi dalam setiap langkah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi)”

Kedua, perbanyak amal salih. Karena tidak akan ada harta benda apapun yang akan kita bawa dalam kematian kecuali amal kebaikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mayit akan diikuti oleh tiga perkara (menuju kuburnya), dua akan kembali, satu akan tetap. Mayit akan diikuti oleh keluarganya, hartanya, dan amalnya. Keluarganya dan hartanya akan kembali, sedangkan amalnya akan tetap. (HR Bukhari)

Dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada Beliau, kemudian mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia bertanya: “Wahai, Rasulullah. Manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?” Beliau menjawab,”Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” Dia bertanya lagi: “Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdik?” Beliau menjawab,”Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling bagus persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdik.” (HR Ibnu Majah)

Yang ketiga, kita sebagai muslim jangan mudah latah dan ikut-ikutan, apalagi sampai berulang-ulang memasang wajah dengan berbagai wajah di faceapp dan memostingnya di akun media sosial kita.

”Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Ta’ala“. (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibn Majah )